Senyum Merekah Masyarakat Desa Dibalik Kebimbangan Pendamping Desa

 


Dengan lahirnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, sejak saat itu desa memiliki kedaulatan sendiri dengan segala kewenangannya yang meliputi kewenangan dibidang pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa mayarakat, hak asal usul dan adat istiadat. Desa sangat leluasa menentukan arah pembangunan kedepan, sejalan dengan nawacita presiden Joko Widodo “membangun Indonesia mulai dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka kesatuan Republik Indonesia”.

Dalam kerangka pengembangan wilayah, dengan segala kewenangannya desa membangun infrastruktur dasar untuk kewujudkan kemandirian masyarakat dalam hal pemenuhan ekonomi, sosial dan ekologi serta penguatan ekonomi desa. Pada tahun 2015 pemerintah mengucurkan dana desa pertama kalinya melalui transfer langsung kerekening pemerintah daerah. Sejak saat itulah pemerintah desa memulai segala inovasinya dalam penggunaan dana tersebut disegala bidang untuk kesejahteraan masyarakat. Lima tahun tahun, pada tahun 2020 pemerintah tidak lagi menlakukan transfer Dana Desa kerekening pemerintah daerah, melainkan langsung kerekening kas desa (RKD). Perubahan tersebut bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan hasil evaluasi dilapangan bahwa Dana Desa tidak langsung ditransfer ke desa oleh pemerintah daerah. Hal ini mengakibatkan pembagunan didesa kurang berjalan optimal.

Dana Desa sangat terlihat jelas bahkan dengan kasat mata dapat terlihat desa saat ini bagaikan seorang gadis cantik yang anggun berdandan rapi mempesona memukau siapa saja yang melihatnya. Tempat-tempat wisata lokal yang selama tidak terjamah, kini dipoles sedemikian rupa menjadi destinasi yang menarik bagi wisatawan lokal maupun luar daerah. Walau sederhana, dengan kapasitas sumber daya manusia yang terbatas, pembangunan- pembangunan infrastruktur didesa semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat itu sendiri. Desa semakin kuat, ekonomi meningkat, serta kerawanan sosial semakin menurun. Para petani, nelayan, pendapatanya semakin meningkat. Masalah-masalah yang selama ini dihadapi oleh masyarakat sedikit demi sedikit semakin terurai.

Wajah berseri-seri mulai terlihat, ada secercah harapan disana. Untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak perlu lagi jauh-jauh untuk merantau ke kota yang butuh biaya yang sangat tinggi, tempat tinggal yang harus disewa, kebutuhan makan yang mahal dan lain sebagainya. Beda halnya dengan didesa sekarang ini yang mempunyai sumber daya alam yang sangat mendukukung untuk kelangsungan hidup. Laut, hutan, kebun, bertebaran luas untuk mencari nafkah. Sanak saudara bisa kapan saja untuk bertemu dan berkumpul bersuka cita, tidak perlu menunggu lebaran dan liburan, antrian tiket yang sesak dan macetnya kendaraan pada saat mudik.

Dikecamatan mawasangka timur, Kabupaten Buton Tengah Propinsi Sulawesi Tenggara, yang memiliki kondisi tipografi sebagai daerah pesisir, kehidupan sosial ekonominya sangat erat dan mengandalkan hasil alam yakni tangkapan laut dan budidaya rumput laut.

Nelayan merupakan profesi utama bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan mawasangka Timur. Berbicara mengenai mata pencaharian dilaut, kaum laki-laki merupakan sentra utama dalam kegiatan nelayan. Tapi berbeda dengan kondisi masyarakat kecamatan Mawasangka Timur, sebagian besar kaum ibu-ibu turut membantu suami untuk mencari nafkah dilaut. Banyak wanita-wanita perkasa disini yang tidak hanya pasrah menunggu nafkah dari suami, tapi melaut bersama suami sudah menjadi pemandangan yang biasa kita lihat.

Dengan alat seadanya yang mereka gunakan, menerobos ombak dengan sampan kecil yang dikemudikan dengan dayung kayu sederhana, jelas muatannya juga sangat sedikit. Hal ini yang menjadi kendala masyarakat dalam mencari nafkah dilaut. Bagi yang memiliki modal, bisa membuat perahu yang besar untuk armada mereka mencari hasil laut dan membudidayakan rumput laut, tapi sebagian besar nelayan masih tergolong tidak mampu untuk membeli perahu katinting seperti itu. Begitu sulitnya menjalani kehidupan mereka sehari-hari, harus bolak-balik mengangkut rumput laut mereka dengan sampan yang kecil. Tidak peduli lagi dengan malam yang mulai menjemput, pada intinya rumput laut yang sudah disemai ini harus sudah berada pada tempat yang sudah disiapkan sebelumnya di tengah laut. Hal inilah yang membuat penghasilan mereka tidak maksimal, sehingga berdampak pada kualitas hidup mereka.

Melalui musyawarah desa Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa), pemerintah, Badan Permusyawaratan Desa, Tokoh masyarakat serta lembaga-lembaga desa bersepakat untuk meningkatkan penghasilan masyarakat setempat dengan memprioritaskan bantuan perahu fiber beserta mesinya kepada masyarakat yang mempunya latar belakang nelayan sebagai mata pencaharian utama mereka.

Wajah-wajah penuh harapan mulai terlihat setelah dilakukannya Musyawarah Desa Rencana Kerja Pemerintah yang salah satu usulannya adalah bantuan yang diserahkan kepada masyarakat berupa perahu fiber dan mesin 5 PK. Jelas ada harapan disana yang dapat menjadi penunjang kehidupan mereka. Masyarakat telah merasakan langsung manfaat Dana Desa, bukan hanya iming-iming semata. Penghasilan mereka sudah mengalami peningkatan, waktu juga termanfaatkan dengan baik. Penghasilan nelayan sangat stabil, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Berbicara tentang kehidupan dilaut, tidak semua hari dan bulan cuacanaya mendukung. Ada beberapa bulan nelayan tidak terlalu efektif melakukan aktifitasnya akibat cuaca buruk, yaitu sekitar bulan November-April tahun berikutnya. Maka pada bulan-bulan tersebut (sesuai kalender musim), pemerintah desa mempersiapkan/membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat yang tidak/belum mempunyai pekerjaan dengan skema Padat Karya Tunai (Cash For Work) sehingga daya beli masyarakat tetap tinggi, pertumbuhan ekonomi stabil serta kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.

Kini masyarakat tersenyum, memandang Dana Desa sebagai tali penolong untuk kehidupan mereka. Desa menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis menuju masyarakat yang adil dan makmur sehingga desa bukan lagi sebagai objek penerima manfaat melainkan sebagai subjek pemberi manfaat bagi warga masyarakat setempat dan untuk Indonesia Maju. Dibalik semua itu tentu ada yang berperan mengawal bergulirnya proses pelaksanaanya dilapangan. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, hingga lembaga-lembaga yang ada didesa serta yang hampir selalu terlupakan yaitu peran pendamping desa.

Pendamping desa merupakan ujung tombak Kementrian PDTT, yang selalu siap mengawal program-program kementrian desa bertugas untuk mendampingi desa dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sebagai mitra pemerintah dan masyarakat desa, tentu keseharian mereka (Pendamping Desa) menghabiskan waktu bersama masyarakat dan pemerintah desa, tidak kenal waktu entah pagi, siang ataupun malam demi kesejahteraan masyarakat desa.

Sebagai anak kandung dari Kementrian Desa, peran pendamping desa wajib patuh dan taat kepada orang tua kandungnya. Berbagai masalah didesa dampingan dihadapi, mulai dari karakteristik pemerintah desa, masyarakat serta lingkungan sekitar. Keberagaman merupakan pemandangan yang tidak luput dari desa, namun sebagai pendamping, keberagaman dan perbedaan itu bukan suatu kekurangan, namun kami memandang sebagai potensi. Penyesuaian diri dengan lingkungan merupakan keharusan yang dilakukan dengan masyarakat setempat agar terjalin keakraban dan kemitraan yang harmoni dalam mengawal pembangunan desa.

Menjadi Pendamping Desa bukanlah semata-mata hanya untuk mencari pekerjaan saja, melainkan menjalankan tupoksi/SOP dengan penuh tanggung jawab, kesadaran, dan inovatif sebagai timbal balik atas amanah yang telah diberikan oleh negara. Hal tersebut bukanlah suatu yang mudah dan sederhana, berbagai dinamika yang kita hadapi suka maupun duka, banyak tantangan yang membutuhkan mentalitas yang kuat sebagai sosok Pendamping Desa.

Dengan segala bentuk kelebihan dan kekurangan, diluar SOP pendampinganpun juga harus memposisikan diri sebagai mitra yang mempunyai citra diri yang baik, menampung permasalahan yang dihadapi Aparatur Pemerintah Desa, kelompok masyarakat dan memberikan solusi pemecahan masalah dengan keputusan ada ditangan mereka sendiri. Oleh sebab itu tidak mudah menjadi seorang Pendamping Desa, butuh mentalitas yang kuat, inovatif dan kemauan yang keras untuk meningkatkan kapasitas diri sendiri.

Selain itu tantangan yang selalu menghampiri para pendamping desa adalah ketika akhir- akhir tahun, ada kebimbangan yang timbul dari dalam hati tentang statusnya sebagai seorang pemberdaya. Menunggu kepastian status kerja yang masih samar-samar, apakah dilanjutkan atau terhenti atau bahkan hilang dengan sendirinya. Hal ini yang membuat para Pendamping desa merasa khawatir dengan keberadaan statusnya yang bukan sebagai PPPK maupun PNS. Namun lagi-lagi sebagai anak kandung Kementrian Desa tetap teguh pada pendirianya bahwa “tidak ada orang tua yang rela menelantarkan anaknya”.

Sebagai manusia biasa yang wajib menjamin hidupnya untuk kehidupan yang layak, jelas persoalan untuk mendapatkan jaminan hidup itu sangat penting. Apalagi yang sudah mempunyai tanggungan keluarga untuk selalu memastikan asap dapur tetap menguap. Untuk menyelesaikan persoalan terkait Pendamping Desa diatas, sangat perlu untuk mempertegas kepastian hukum status Pendamping Desa agar bekerja dengan tenang dan nyaman agar desa terus melaju Indonesia Maju.


Penulis: Jumadil (PLD Mawasangka Timur Sulawesi Tenggara)

Posting Komentar

0 Komentar