Mimpi Hutan Wisata Edukasi Sidodadi

 


Sore itu langit tampak gelap. Suara gemuruh diiringi hembusan angin menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Aku melaju diatas kendaraanku, melewati jalan kecil menuju sebuah kawasan hutan kecil di pinggiran kampung. Di kanan kiri tampak tanaman yang belum lama ditanam. Juga ada yang sudah agak besar. Beringin, trembesi, pocung, kluwek, kemuning. Dibawahnya tumbuh bunga bunga warna-warni menambah suasana asri, seperti di taman yang penuh kedamaian.

Hutan seluas tujuh hektar ini terletak di Dusun Kalisuren, Desa Sidodadi, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal. Masyarakat setempat menyebutnya dengan Mbengkok. Lahan ini memang tanah kas desa atau bondo deso milik Desa Sidodadi. Kawasan hutan ini diberi nama Hutan Wisata Edukasi. Pemerintah desa beserta masyarakat setempat mempunyai mimpi, hutan ini sebagai kawasan konservasi dan menjadi tempat belajar berbagai tanaman langka, juga berfungsi sebagai sebagai tempat wisata.

Pak Slamet Broto, biasa dipanggil Bang Memet, sebagai pengelola hutan ini, menceritakan kisah betapa beratnya perjuangan pada saat awal pembuatan Hutan Wisata Edukasi ini. Sambil duduk di tengah pendopo yang berdiri di tengah kawasan hutan ini, di tengah kesibukan beliau mengurus ternak kambing dan sapi. Sebenarnya bukan pertama kali kami datang ke tempat ini. Bahkan jika lewat di dekat sini, kami seringkali mampir. Namun Bang Memet juga tidak bosan bercerita awal perjuangan mendirikan tempat ini serta gagasan dan harapan di kemudian hari.

Lahan ini dulunya disewakan dan digarap oleh para petani penduduk setempat, dan dimanfaatkan untuk menanam jagung. Posisi lahan yang berada di lereng perbukitan, tanpa adanya tanaman keras, sangat membahayakan karena rawan terjadi erosi dan tanah longsor. Kondisi ini berlangsung selama puluhan tahun, dan pemerintah desa selama itu belum berani mengambil resiko dengan menghentikan penyewaan tanah kepada masyarakat, karena akan menghadapi protes dari masyarakat.

‘’Proses memberikan pemahaman akan bahaya erosi tanah dan pentingnya konservasi lahan kepada masyarakat penggarap ini yang sulit. Karena masyarakat penggarap khawatir akan terganggu perekonomiannya jika tidak menggarap di lahan ini’’ kisahnya sambil mempersilakan kami menikmati suguhan. Kacang rebus, ubi rebus, ditemani kopi hitam. ‘’Monggo, ini tadi baru ngambil dari kebun sini’’ katanya sambil menawarkan hidangan. Di sekitar pendopo ini terlihat beberapa tanaman kopi jenis Ekselsa dan Robusta. Di bawahnya ditanami jenis umbi-umbian. Di sebelahnya lagi tanaman rempah rempah. Sementara di ujung jauh tampak bukit dengan lereng terjal.

Pada tahun 2013 dirinya beserta tokoh masyarakat setempat, beserta Pemerintah Desa dan didampingi para relawan lingkungan dari Forum DAS Bodri membuat gagasan untuk mengubah lahan bengkok yang selama ini di tanami jagung menjadi hutan konservasi. Alasannya jelas, bahwa kondisi lahan yang memiliki kemiringan terjal dan tanpa adanya tanaman keras yang menjaga tanah, sangat berbahaya karena sangat beresiko terjadi erosi. Sedangkan lokasi lahan ini tepat berada di sebelah permukiman. Jika tidak ada tindakan atau kondisi ini dibiarkan, akan sangat membahayakan penduduk setempat. Apalagi saat musim hujan, dimana tanah sangat mudah terjadi longsor.

Kemudian dirumuskan peta jalan guna mewujudkan gagasan tersebut, diawali dengan pendekatan kepada mayarakat penggarap lahan. Masyarakat penggarap tidak serta merta menerima gagasan ini, mengingat kehidupan perekonomian mereka tergantung dari menggarap lahan ini. Atas pendekatan dan edukasi yang dilakukan secara terus menerus yang dilakukan oleh pemerintah Desa, dengan dukungan dari relawan lingkungan bersama tokoh masyarakat setempat, hingga akhirnya lahan tanah kas desa ini tidak lagi disewakan dan ditanami jagung, dan akan difungsikan sebagai hutan konservasi, yang juga sebagai hutan edukasi, wisata dan fungsi lainnya.

Proses pendekatan dan edukasi kepada masyarakat membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sejak dikemukakan gagasan pada tahun 2013, baru pada tahun 2018 lahan ini bisa dimulai untuk kegiatan konservasinya, dengan penanaman pohon oleh pemerintah desa, di damping relawan lingkungan dan masyarakat setempat. Namun demikian beberapa tahun sebelumnya sudah terlebih dahulu dimulai penyusunan perencanaan hutan konservasi ini.

Proses perencanaan kawasan hutan ini melibatkan banyak pihak. Selain Pemerintah Desa, tokoh masyarakat dan relawan lingkungan, juga dari Dinas dan instansi terkait, Pemerintah Kecamatan, dan Pendamping Desa. Dari semula fungsi utama hutan sebagai konservasi lahan, kemudian berkembang juga sebagai hutan edukasi dan wisata. Harapannya keberadaan hutan tidak hanya menjaga lingkungan dan ekosistemnya, tetapi juga sebagai tempat belajar, penelitian, serta memberikan manfaat ekonomi bagi Desa dan mayarakat setempat.

Dari proses perencanaan dihasilkan site plan, dimana diatur pembagian zona masing masing fungsi. Ada zona tanaman produksi, tanaman langka, tanaman campuran, rempah, bambu dan sebagainya. Selain itu dibuat zona jalur jogging track yang di sepanjang jalur ditanami pohon sesuai abjad, dari pohon dengan abjad A sampai Z. Juga terdapat zona kolam renang anak anak, lintasan gledhekan, perkemahan, lapangan terbuka, dan taman bermain. Ada pula zona untuk kandang ternak dan kolam ikan.

Satu kawasan dengan fungsi yang lengkap. Tidak hanya kawasan hutan dengan berbagai tanaman pohon serta perlindungan ekosistem flora dan fauna, namun juga sarana peternakan, perikanan, wisata, serta olahraga dan permainan tradisional. Pada saat musyawarah desa perencanaan, gagasan dan usulan ini disampaikan dan mendapat dukungan, sehingga kegiatan pemulihan, konservasi lahan beserta pengelolaannya masuk dalam prioritas kegiatan yang akan dianggarkan tahun berikutnya.

Pada tahun 2019 nama Hutan Wisata Edukasi resmi diluncurkan, melalui event ground breaking yang dihadiri oleh Bapak Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah saat itu. Saat itu juga dimulai penanaman pohon secara serentak di lahan seluas tujuh hektar. Fungsi utama pembuatan hutan ini adalah pemulihan atau konservasi. Salah satu upaya pemulihan ekosistem kawasan dilakukan dengan kegiatan rehabilitasi hutan untuk pengkayaan jenis melalui penanaman berbagai macam tanaman hutan seperti kuntobimo, bendo, pucung, nyamplung, gayam, kepuh, kenanga, dan jenis-jenis tanaman langka lainnya. Bahkan pohon yang bukan endemik pulau jawa, seperti ulin pun ditanam disini. Saat ini hutan ini terdapat lebih dari seratus lima puluh jenis pohon.

Ada banyak pihak yang ikut terlibat dan mendukung keberadaan kawasan hutan ini. PT PLN memalui CSR-nya membuat program dan membangun pendopo di tempat ini. Dinas Lingkungan Hidup, BP DAS, KLHK, Perhutani, FIF serta lembaga swasta lainnya memberikan bantuan bibit tanaman dan prasarana lainnya. Pemerintah Desa tentu memberikan dukungan melalui pembuatan regulasi dan kebijakan penganggaran untuk pengelolaan kawasan ini. Termasuk membuat Peraturan Desa tentang larangan berburu satwa di kawasan hutan

Kawasan Hutan Wisata ini dikelola oleh Bumdesa, melalui perjanjian kerja sama pengelolaan antara Bumdesa dan Pemerintah Desa. Beberapa unit usaha yang sudah berjalan adalah kolam renang anak, persewaan kandang ternak, budidaya ternak dan kolam pemancingan. Untuk tahun 2023 ini Bumdesa sudah memberikan bagi hasil melalui PAD sebesar lima juta rupiah. Mengingat pengelolaan kawasan hutan ini membutuhkan perawatan dan pemeliharaan, maka Bumdesa di Desa ini memiliki peran unik, karena tidak hanya menjalankan misi bisnis yang mengejar keuntungan, tapi juga menjalankan misi sosial, berupa menjaga dan merawat kawasan hutan.

Saat ini sangat sedikit dan sangat sulit mencari orang yang memiliki kepedulian untuk ikut membangun desa, dengan imbalan yang kecil. Diantara orang yang sedikit itu adalah Bang Memet. Dia adalah direktur Bumdesa. Dialah yang selama ini bertanggungjawab dalam mengelola dan menjaga kawasan Hutan Wisata Edukasi. Kesehariannya berada di tempat ini, dari pagi hingga sore hari. Mencari rumput buat pakan ternak, memberi makan ikan, membersihkan kandang, membersihkan kolam, merawat tanaman dan lainnya. Dia tidak sendiri. Ada beberapa orang yang membantunya. Jangan tanyakan gajinya berapa, karena jelas sangat jauh dari layak. Dengan gaji sebagai direktur Bumdesa sebesar ratusan ribu rupiah tentu tidak cukup untuk biaya hidup. Dari hasil kebun milik sendiri sudah dapat menghidupi keluarganya, apalagi anak anaknya sudah mandiri. Jadi Bang Memet bersedia bekerja penuh waktu mengelola tempat ini tanpa memikirkan imbalan. Barangkali dialah pahlawan tanpa tanda jasa yang sebenarnya.

Aktifitas keseharian yang ada di tempat ini adalah bidang peternakan, kolam ikan dan kolam renang anak. Untuk menarik minat pengunjung, dibuat agenda rutin tahunan. Sudah empat tahun terakhir diadakan acara rutin tahunan berupa Festival Gledhekan Nusantara. Gledhekan adalah permainan tradisional, berupa sepeda dari kayu dan bambu yang meluncur dari ketinggian. Untuk lintasan gledhekan ini sudah dibuatkan jalur khusus. Bahkan acara ini pernah diliput stasiun TV swasta nasional. Beberapa lembaga swasta juga pernah menggunakan tempat ini untuk acara pelatihan. Sarana prasarana sudah tersedia. Selain pendopo sebagai ruang pertemuan juga dilengkapi dengan toilet dan kamar mandi dengan air bersih. Juga terdapat lapangan terbuka untuk aktifitas olahraga.

Seringkali kami memberikan masukan untuk membuat publikasi yang luas melalui media sosial. Untuk saat ini pengelola belum berani, karena kondisi Hutan Wisata Edukasi yang belum sepenuhnya tertata, masih terlalu banyak yang harus diperbaiki. Pengelola khawatir jika ada pengunjung dari luar daerah yang hadir kecewa. Menurut Bang Memet, kemungkinan tempat ini akan benar benar berfungsi sebagai hutan wisata dan edukasi kurang lebih dua puluh tahun lagi. Hari ini Hutan Wisata Edukasi masih baru sekedar merintis sehingga untuk benar-benar mewujudkannya masih menjadi sebuah mimpi.

‘’Saya tidak ingin mewariskan kepada anak cucu kita lingkungan dan hutan yang rusak. Dua puluh tahun lagi, saya punya mimpi hutan ini sudah bisa kita nikmati. Saat itu entah kita masih hidup dan menyaksikan atau mungkin anak cucu kita nanti yang akan menikmati’’ pungkasnya. Tiba-tiba aku teringat kata kata Martin Luther King Jr, "Kamu bisa membunuh si pemimpi, tapi kamu tidak bisa membunuh mimpinya.

 

 

Penulis: Joko Iswanto

Posting Komentar

0 Komentar