Selain
hawa sejuk, hamparan hijau sawah berundak, pemandangan Gunung Slamet, gemericik
air, debur air terjun Curug Telu, dan keindahan panorama alam yang memukau
panca indra, keberhasilan pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata (Deswita)
Karangsalam Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas Jawa Tengah juga patut
ditiru. Bagaimana tidak, desa wisata di kaki Gunung Slamet ini berhasil
memberdayakan masyarakat setempat. Tak heran jika desa inipun berhasil meraih
penghargaan desa wisata tingkat nasional dan sejumlah penghargaan lainya.
Membawa
konsep wisata alam dengan mengedepankan partisipasi masyarakat menjadikan
setiap potensi pendapatan masyarakat setempat tergali dan terkelola dengan
baik. Kini sedikitnya ada 35 orang yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) Tirta Kamulyan terlibat dalam menggerakkan denyut nadi pariwisata
di desa setempat.
Potensi
wisata ini yang sudah ada sejak dulu ini mulai dikelola dengan baik terutama
ketika tahun 2017 ketika masyarakat bersama Pokdarwis Tirta Kamulyan ini
bergerak. Mereka mulai melirik potensi wisata utama yaitu keindahan Curug Telu
yang merupakan daerah tangkapan air wilayah Kota Purwokerto yang ada di
bawahnya. Dari sumber air disinilah, aliran air perusahaan air minum daerah
Kabupaten Banyumas lancar dimanfaatkan sejak puluhan tahun.
Sejak
terekspos keindahannya di media massa dan media sosial, angka kunjungan ke
Deswita Karangsalam ini semakin meningkat. Keindahan Curug Telu yang ibaratnya
surga tersembunyi, berhasil diungkap ketika perangkat desa setempat dan
Pengunjung wisata yang datang ke Deswita Karangsalam antara lain ke air terjun
Curug Telu akan melihat jejeran warung, tempat parkir, hingga usaha lainnya.
Inovasi
pengelolaan dengan diiringi peningkatan kapasitas pengelolanya membuat wisata
ini makin dikenal. Ramainya lokasi wisata Curug Telu dikunjungi wisatawan dari
dalam hingga luar negeri menjadi bukti perputaran uang terjadi di sini.
Imbasnya dengan ramainya kunjungan ini geliat ekonomi masyarakat yang
mengoperasikan sektor ekonomi pendukung wisata terlihat.
Deretan
warung, tempat usaha, home stay dan usaha pendukung wisata turut terkena
imbasnya. Apalagi saat ini pihak pokdarwis pengelola wisata di desa ini menjual
paket wisata yang memungkinkan wisatawan untuk lama tinggal di desa ini.
Semakin lama wisatawan tinggal di desa ini, maka semakin banyak uang tersedot
untuk belanja wisata kepada masyarakat.
Dalam
paket wisata yang dijual tersebut, seluruh potensi warga setempat digerakan.
Pengunjung mendapatkan makanan berupa nasi nyangku yaitu nasi yang dibungkus
daun nyangku. Nasi nyangku itu dibuat sendiri oleh warga setempat. Selain itu
sejumlah rumah warga juga difungsikan sebagai home stay. Peternakan warga juga
turut ‘dijual’ dengan paket memberi pakan hewan ternak bagi wisatawan. Perlu
diketahui, sebagian wisatawan yang hadir di sini adalah para pelajar dari
ibukota dan kota besar lainnya yang jauh dari rasa pedesaan, bau kambing dan
lainnya.
Sempat
tersendat karena adanya pandemi Covid-19 tiga tahun silam, kini wisata
Karangsalam ini bergeliat kembali. Promosi khususnya melalui media sosial makin
digencarkan kembali. Kedatangan para wisatawan yang berswafoto di areal wisata
menjadi keuntungan tersendiri bagi pengelola wisata. Karena secara langsung
wisatawan sendirilah yang mempromosikan keindahan dari wisata Karangsalam
Baturraden tersebut.
Keberhasilan
dari pengelolaan wisata ini yang bisa mendatangkan 2500-5000 wisatawan setiap
bulan ini bukanlah sesuatu yang instan. Sebagaimana dijelaskan pelopornya
Sisworo yang merupakan Kepala Dusun sekaligus Ketua Pokdarwis Tirta Kamulyan.
Menggugah kesadaran warga untuk sadar akan potensi wisata memang diperlukan
waktu. Terlebih lagi di awal belum ada bukti kalau wisata ini bisa mendongkrak
dan memberikan keuntungan ekonomi.
Pegiat
desa ini harus mengumpulkan banyak pihak mulai dari warga desa, tokoh
masyarakat, tokoh agama, seniman, pemuda dan lainnya untuk membahas soal
pengembangan wisata ini hingga terbentuklah Pokdarwis. Tak cukup dari situ,
penggalian potensi, pemetaan wilayah hingga penggarapan infrastruktur jalan
wisata menuju Curug Telu dilakukan secara swadaya oleh warga selama empat
bulan.
Sejak
awal dengan pengelolaan wisata inilah secara serius, Sisworo bersama pengurus
Pokdarwis lainnya membuat kesepakatan dengan pihak lainnya tentang sharing
profit atau pembagian pendapatan dari wisata ini. 50 prosen pendapatan wisata
didistribusikan menjadi pendapatan asli desa, sementara 30 prosen untuk
Pokdarwis dan 20 prosen untuk pemilik lahan. Hal inipun terus berjalan hingga
sekarang ini.
Berkat
pendampingan masyarakat lainnya mampu menjadi bukti partisipasi masyarakat
dalam mengelola pariwisata cukup tinggi. Indikator keberhasilan pemberdayaan
masyarakat ini antara lain meningkatnya taraf perekonomian masyarakat setempat
yang terlibat dalam usaha pariwisata ini. Sektor pertanian, peternakan, kuliner
hingga kerajinan tanganpun digarap dan diintegrasikan menjadi paket wisata di
wilayah tersebut.
Dalam
perintisan desa wisata inilah, Pemerintah Desa Karangsalam juga turut ambil
bagian dalam mempergunakan dana desa dan sumber dana lainnya untuk perbaikan
infrastruktur hingga peningkatan kapasitas pengelola wisata dan masyarakat.
Berkat infrastruktur yang layak dan pengetahuan tentang pengelolaan wisata
inilah, wisata Desa Karangsalam makin moncer.
Dengan
harga tiket masuk Rp 5 ribu saja, wisata ini makin jadi buruan warga khususnya
kawula muda, mahasiswa dan orang luar Kota yang ingin merasakan sejuknya
Baturraden hingga panorama, suasana, kuliner dan keramahan warga desa yang
khas. Dengan pembagian pendapatan yang jelas sejak awal, Pokdarwis inipun tetap
jalan hingga sekarang.
Paket
wisata yang tadinya cuma wisata alam dengan tawaran wisata tracking, outbond
kini bertambah menjadi live in di desa setempat. Dengan strategi pemasaran
wisata inilah, durasi kunjung wisatawan bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan inilah turut mendorong desa turut memperhatikan, mendorong dan
mendukung pemukiman warga yang layak.
Selain
rumah layak huni, pemerintah desa setempat juga mendorong rumah-rumah warga
layak dan sehat. Proses jambanisasi dan berbagai program kesehatan lainnya
digencarkan desa untuk mendorong perkembangan wisata yang sejalan dengan
peningkatan ekonomi masyarakat ini. Untuk menjaga pelestarian lingkungan upaya
konservasipun terus diupayakan desa dengan langkah nyata mulai dari terbitnya
Peraturan Desa tentang pelestarian lingkungan hingga aksi nyata konservasi di
seluruh wilayah desa.
Dengan
paket wisata live in inilah, pengelola wisata diajak untuk bersama berinteraksi
dengan kehidupan warga masyarakat setempat yang bernuansa agraris. Terbukti tak
hanya warga luar kota saja, beberapa kesempatan juga hadir para turis asing
yang diajak bersama untuk menanam padi, memberi pakan ternak hingga menikmati
kuliner khas setempat.
Menikmati
mendoan, sayur pakis, sambal goring kamijara, tahu tempe, sepotong ‘steak’
daging sapi khas Banyumas dengan bungkusan daun nyangku usai menikmati segarnya
air Curug Telu bisa menjadi pilihan. Tak hanya itu saja, wisatawan juga bisa
mengenal dan bermain aneka permainan tradisional mulai dari egrang, gandon
hingga tarian khas Banyumas yaitu Lengger.
Pengelolaan
wisata dengan basis alam, budaya, serta gotong royong dan memanfaatkan strategi
pemasaran berbasis digital inilah, membuktikan pemberdayaan masyarakat bisa
dilaksanakan. Tentunya dengan sistem keadilan pendapatan yang diatur sejak
awal. Melalui Desa Karangsalam Baturraden inilah, kita bisa belajar bukan hanya
soal keindahan alam yang terkelola dan terjaga, tetapi juga gotong royong warga
yang masih terjaga. Dengan inilah, pengunjung yang datang akan betah berlama,
rupiah atau dollar mengalir, masyarakat sejahtera dan alam sekitar terjaga.
Inilah wujud konkret bagaimana desa mencapai 18 tujuan SDGs.
Penulis: Susanto
0 Komentar