Sedekah Bumi: Sebuah Adat dan Budaya Leluhur Masyarakat Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal

 


“Desa mawa cara bumi mawa ciri negara mawa tata” merupakan istilah yang sangat tepat dan selaras dengan perkembangan zaman saat ini, peribahasa jawa tersebut mempunyai arti tentang sekelompok masyarakat terkecill atau desa yang mempunyai adat atau kebiasaan tersendiri. Sedangkan negara hadir untuk melindungi semua adat dan kebiasaan yang ada, yang dimiliki oleh kelompok kecil dalam suatu negara.

Dalam penjelasan UU No. 6 Tahun 2014, rekognisi adalah pengakuan negara terhadap hak asal usul dengan segala adat istiadat dan hukum adat yang dimiliki oleh masyarakat lokal yang diakui keberadaanya. Maka istilah atau peribahasa diatas masih relevan dengan perkembangan zaman saat ini bahkan bisa dipastikan selaras dengan Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014.

Adat istiadat adalah hal yang tidak bisa kita pisahkan dari sebuah negara yang menpunyai keanekaragaman adat, tradisi, dan budaya, karena adat istiadat adalah roh dari sebuah negara. Adat dan budaya sangatlah penting untuk dipahami, dilakukan, serta dilestarikan karena adat dan budaya adalah asset berharga bagi kehidupan berbangsa dimana adat dan budaya ini merupakan literasi wawasan dan warisan leluhur.

Kekayaan tradisi yang ada di masyarakat kita saat ini tidak lepas dari bagian dari proses islamisasi yang dibawa oleh wali songo, yang menyebarkan islam melalui budaya yang ada waktu itu, budaya yang tumbuh subur di bumi nusantara, yakni menyebarkan agama Islam dengan cara yang sangat ramah sehingga bisa diterima oleh masyarakat waktu itu.

Gunungjati salah satu desa di Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal adalah salah satu desa yang selalu melaksanakan dan nguri-nguri tradisi, adat, budaya lelulur. Salah satu tradisi atau adat yang selalu dilaksanakan adalah kegiatan sedekah bumi. Sedekah Bumi menurut para sesepuh Desa Gunungjati merupakan adat desa yang sudah dilakukan secara turun temurun dari kepala desa periode sebelumnya sampai periode kepala desa sekarang. Sedekah Bumi diyakini oleh masyarakat desa sebagai ritual yang suci untuk memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan perlindungan dan keselamatan dan dijauhkan dari bencana, serta sebagai bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa yang telah memberikan bumi tempat kita berpijak dengan segala rezeki berupa hasil bumi yang melimpah untuk keberlangsungan hidup manusia.

Sedekah Bumi di Desa Gunungjati dan juga beberapa desa lain di Kecamatan Bojong dilakukan setiap Bulan Muharram atau bulan Syuro’, dan dilakukan pada hari Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon dibulan Muharram. Pelaksanaan acara sedekah Bumi sudah menjadi kebiasaan, bahkan kegiatan tersebut resmi menjadi kegiatan Desa. Pelaksanaan kegiatan tersebut diawali dengan acara rembug desa atau rapat desa guna membuat dan menetapkan panitia pelaksanaan kegiatan, yang terdiri dari beberapa unsur yang terkait didalamnya dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, sesepuh desa bahkan lembaga pemerintahan desa terlibat didalamnya. Dari RT, RW dan Perangkat Desa, hal itu dikandung maksud agar semua pihak bisa mengawal dan bertanggungjawab atas suksesnya kegiatan yang sudah turun-temurun agar tidak terkikis dengan budaya baru, atau kebiasaan baru yang bersifat modernisasi sehingga keberadaanya tetap bisa di pertahankan menjadi bagian dari budaya dan adat desa yang harus dijaga dari masa ke masa.

Sedekah Bumi yang menjadi upaya dari masyarakat desa dalam rangka merawat tradisi menjaga keberlangsungan hidup dengan alam sekitar, sesama manusia dan sang Maha Pencipta. Ditinjau dari sejarah yang ada maka sedekah bumi termasuk satu kegiatan di desa yang keberadaanya masih lestari bahkan bertahan sampai sekarang, ditengah-tengah budaya modern yang mulai mengambil bagian untuk masuk ditengah-tengah masyarakat di pedesaan.

Desa dengan berbagai potensi yang ada didalamnya, mempunyai daya tarik tersendiri bagi pecintanya. Tradisi, adat istiadat desa yang menjadi kekayaan budaya dari sebuah negara perlu perhatian khusus dari pemangku kebijakan di semua tingkatan. Tradisi dan adat istiadat yang sudah melekat pada masyarakat di desa menjadi sangat penting untuk dijaga kelestarianya, karena tradisi di desa bisa menjadi alat komunikasi yang sangat tepat untuk menyampaikan pesan kepada warga, dan akan mempunyai hasil yang maksimal dalam proses sosialisasi kegiatan di desa.

Pelaksanaan sedekah bumi yag dilakukan masyarakat setiap satu tahun sekali dibulan Muharram atau Bulan Suro, banyak mengandung nilai-nilai positif disana, bagaimana warga bisa menjalin dan mempererat hubungan silaturrahim, berinteraksi satu dengan lainnya memjadi ajang berbagi cerita saat berkumpul, karena tidak setiap waktu warga bisa kumpul bersama untuk berinteraksi dengan warga lainnya, baik karena kesibukan maupun karena keterbatasan tempat dan waktu, selain itu acara sedekah bumi juga menanamkan jiwa gotong royong sesama warga, saling berbagi dengan sesama serta dapat menambah keharmonisan tatanan kehidupan masyarakat di desa.

Sedekah bumi diawali dengan kegiatan do’a bersama yang dihadiri oleh semua warga desa, kemudian dilanjutkan dengan melakukan ritual berbagi makanan atau berbagi rejeki ditempat sedekah bumi dilaksanakan. Warga yang mengikuti acara sedekah bumi akan membawa makanan sesuai dengan kemampuanya, sesuai dengan tingkat ekonomi ataupun penghasilannya. Di acara sedekah Bumi inilah terjadi peleburan karena warga desa sudah tidak lagi membedakan status social serta tinggi rendahnya derajat seseorang, setiap warga yang membawa makanan dapat bertukar dengan siapapun, baik makanan yang dibawa oleh orang kaya maupun yang tak punya, tidak saling memilih teman untuk berbagi, kebersamaan tercipta begitu indahnya dan dipastikan tidak ada makanan yang terbuang percuma, karena semua akan dibagikan kepada warga.

Pada pagi hari saat pelaksanaan, warga melalui RT dan RW yang ada, akan dikondisikan disuatu tempat yang diyakini mempunyai nilai Sejarah tentang desa itu sendiri, di desa Gunungjati pelaksanaan sedekah Bumi dilakukan di Candi Pepunden. Candi Pepunden menurut cerita dari sesepuh desa Gunungjati adalah tempat bersejarah yang memiliki cerita tentang perjalanan Wali Jawa Syekh Syarif Hidayatullah, bahwa beliau kanjeng Syekh dalam melakukan perjalanan safar ke Cirebon dan Banten berkenan singgah didesa Gunungjati, dan meninggalkan jejak sejarah (petilsan), diantara petilasan tersebut adalah Pecucen (tempat untuk bersuci), Depok (padepokan sebagai tempat untuk melakukan sholat dan syiar Islam lainya), Pepunden (tempat penyimpanan barang bawaan yang dijaga oleh abdi dalemnya yang bermukim sampai meninggal di tempat tersebut), dan satu lagi alat untuk mengolah hasil pertanian waktu itu seperti padi dan jagung yang ditumbuk diatas batu (batu silumpang) yang keberadaan batu tersebut juga menjadi bukti Sejarah di desa Guningjati.

Sedekah bumi didalamnya juga mengenalkan sejarah, serta mengupas bukti sejarah kepada warga masyarakat, yang tidak bisa dipungkiri bahwa kecerdasan leluhur kita sangatlah luar biasa, bukan hanya dijamanya tapi sampai sekarang banyak tradisi yang dapat dilakukan dan masih mempunyai nilai manfaat dijaman yang sudah banyak sekali mengalami fase perubahan.

Banyak sekali pesan singkat dari para leluhur kita yang tergambar dalam bentuk barang peninggalan bersejarah, dan semua itu adalah pesan yang sangat penting bagi kita untuk bisa dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, karena barang tersebut jelas memiliki makna dan nilai-nilai kearifan lokal berskala desa.

Kadang sering dilupakan, bahwa menghargai para leluhur adalah bagian dari kewajiban kita sebagai warga negara disebuah negara yang besar, sebagaimana Presiden Soekarno mengungkapkan hal ini, artinya sebagai generasi penerus dan pewaris bangsa maka kita harus bisa meneladani, mencontoh nilai-nilai jasa para pendahulu kita dan menjadikanya sebagai panutan. Dengan mengenalkan tradisi sedekah bumi ini kepada generasi penerus kita, maka secara tidak langsung kita sedang berupaya menghargai ide-ide serta gagasan para leluhur kita di bumi Nusantara tercinta ini, karena tanpa leluhur, kita takkan pernah mengenal berbagai keberagaman yang ada dinegeri ini. Kita adalah muslim Indonesia yang menghormati tradisi Islam di Indonsesia, yang memperjungkan nilai-nilai sejarah, yang selalu menghidari kemungkaran, menghindari kerusakan, menghindari ketidaktenangan serta berharap menjadi pribadi-pribadi yang bermanfaat bagi bumi ini , menjadi khalifah fill ardli yang rahmatan lil alamain.

November 2017, adalah awal dimana penulis bergabung di desa, mengenal lebih dekat tentang desa, dengan berbagai potensi yang ada didalamnya. Banyak sekali hal positif yang menjadi peninggalan leluhur yang perlu di pertahankan, dilestarikan keberadaanya, karena itu adalah bagian dari kekayaaan masyarakat di desa, karena mempertahankan tradisi lama yang baik itu dianjurkan, dengan tetap mencari dan menciptakan khasnah baru yang lebih baik (al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdu biljadidil ashlah).

Desa adalah bumi awal dimana kita berpijak, yang Tuhan anugerahkan untuk kita dan dapat kita lukiskan sebagai sekeping tanah syurga, Semoga tradisi sedekah bumi ini akan tetap dijaga dari generasi ke generasi dari generasi tua hingga yang muda, keberadaanya tetap mampu menjadi spirit bagi warga untuk tetap bekerja dan berkarya, dan sebagai bentuk rasa syukur bagi warga sehingga manusia bisaselalu mengingat keterbatasanya serta semakin taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.



Penulis: Adie Suswoyo (PLD Kecamatan Bojong)

Posting Komentar

0 Komentar