Agustus
2021 mulai kontrak kerja sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD) dan menjadi
pengalaman pertama mengenal selul beluk serta istilah-istilah dalam
pemerintahan desa. Dalam Surat Perintah Tugas ( SPT ) yang saya terima tahun
2019 itu saya di tugaskan di 4 Desa yaitu Desa Ngablak, Desa Kedungpilang, Desa
Kalinanas dan Desa Gilirejo Kecamatan Wonosamodro Kabupaten Boyolali Jawa
Tengah. Kecamatan Wonosamodro sendiri adalah Kecamatan Baru dari pemekaran
Kecamatan Wonosegoro pada tahun 2018 bersama 2 Kecamatan Ampel dan Musuk juga
menjadi 2 kecamatan. Pemekaran Kecamatan ini sudah di tetapkan, di Undangkan
serta berlaku dalam Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Boyolali Nomor 18 Tahun
2018 tentang Pembentukan Kecamatan Gladagsari, Kecamatan Tamansari, dan Kecamatan
Wonosamodro pada tanggal 12 November 2018.
Kecamatan
Wonosamodro terdapat 10 Desa yaitu Desa Ngablak, Desa Kedungpilang, Desa
Kalinanas, Desa Gilirejo, Desa Jatilawang, Desa Garangan, Desa Gunungsari, Desa
Repaking, Desa Bercak, dan Desa Bengle, serta lokasi Kecamatan Wonosamodro
Berada di Desa Garangan. Kecamatan Wonosamodro terdiri dari 10 desa berada di
Boyolali utara yang berbatasan dengan Kecamatan Suruh dan Kecamatan Bancak
Kabupaten Semarang di bagian Barat, berbatasan dengan Kecamatan Kedungjati
Kabupaten Grobogan di bagian utara, sementara bagian timur dan selatan
berbatasan dengan Kecamatan Wonosegoro. Kabupaten Boyolali sendiri adalah
kabupaten yang masuk Karisedenan Surakarta yang artinya Kabupaten yang berada
di bagian timur Provinsi Jawa Tengah. Karisedenan Surakarta meliputi Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Sragen, Kabupaten Karanganyar serta Kota Surakarta. Kabupaten Boyolali dengan
slogan Boyolali tersenyum serta Pro Investasi. Di kepemimpinan Bapak Muhammad
Said Hidayat sejak tahun 2021 – sampai sekarang Boyolali menyampaikan slogan
Boyolali METAL yang artinya Melangkah Bersama, Menata Bersama Penuh Totalitas
Untuk Membangun Kabupaten Boyolali, tak Terkecualiu Pada Aspek Literasi.
Mulai 1
agustus 2019 saya langsung berkeliling ke desa desa untuk lapor diri serta
mengamati bagaimana kondiri dan kultur desa serta masyarakat tiap desa
dampingan saya. Awalnya canggung namun seiring berjalannya waktu akan terbiasa
karena desa dan pemdes sudah sedikit paham akan adanya UU Desa No 06 tahun 2014
serta sebagian desa sudah pernah menerima Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) mandiri. Sudah 4 tahun menjadi Pendamping Lokal Desa (PLD) di
4 desa bagian selatan dari kecamatan wonosamodro ini bahwa tiap desa memiliki
keunikan masing masih, namun yang menjadi menarik adalah kepemimpinan kades
serta pemdes dalam membangun desa. Dalam hal ini saya mengambil salah satu desa
dampingan saya yaitu Desa Gilirejo Kecamatan Wonosamodro Kabupaten Boyolali.
Kenapa saya mengambil Desa Gilirejo karena desa ini mampu melihan dan berani
mengambil resiko dari desa yang kekeringan mampu menjadi desa yang surplus air.
Dari
Pendataan Indeks Desa Membangun (IDM) Desa Gilirejo dari Tahun 2019 – 2023
adalah status Desa Berkembang. Indeks Desa Membangun memotret perkembangan
kemandirian Desa berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan
Dana Desa serta Pendamping Desa. Indeks Desa Membangun mengarahkan ketepatan
intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat
dari Pemerintah sesuai dengan partisipasi Masyarakat yang berkorelasi dengan
karakteristik wilayah Desa yaitu tipologi dan modal sosial. Wilyah Desa
Gilirejo sendiri adalah wilayah perbukitan.
Desa
Gilirejo dengan jumplah penduduk 1835 menurut survey coklit Panitia Pemungutan
Suara (PPS) Tahun 2023 terdiri dari 694 Laki-laki dan 826 Perempuan yang
mempuyai hak pilih di Tahun 2024 nantinya, Jumlah penduduk bisa berkurang dan
bertambah jika ada kelahiran, kematian ataupun pindah datang. Desa Gilirejo
terdiri dari 3 Dusun yang terdiri dari Dusun 1 meliputi Dukuh Gilirejo dan
Dukuh Buluk serta Dukuh Bendan dengan Kepala Dusun ( Kadus ) Bapak Riyanto.
Dusun 2 meliputi Dukuh Mainan dan Dukuh Gunung Wangon, Dukuh Gumul dengan
Kepala Dusun Bapak Hartono. Dusun 3 meliputi Dukuh Punden dan dukuh Tumpuk
Dipimpin oleh Kepala Dusun Bapak Sutiyo. Desa Gilirejo berjumplah 16 Rukun
Tangga ( RT ) Dan 3 Rukun Warga ( RW ). Adapun susunan Perangkat Desa Gilirejo
yaitu Sekretaris Desa ( Sekdes ) dijabat oleh Hudi Waluyo, Bendahara dijabat
oleh Bapak Eko Nanang Supriyadi, Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan oleh Bapak
Muhari, Kepala Urusan Perencanaan dijabat oleh Bapak Edi Purwanto, Kepala
Urusan Kesejahteraan Masyarakat dijabat oleh Bapak Haryoko, Serta Staff Desa
Golirejo di ampu oleh Bapak Bangkit Putradewandaru.
Masalah
umum di kecamatan wonosamodro atau di Kabupaten Boyolali utara adalah tanah
gersang jika musim kemarau di bulan Juli - Oktober adalah kelangkaan air
bersih. Padahal air adalah salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi
seluruh makhluk hidup. Setiap hari semua makhluk hidup membutuhkan air bersih
terutama manusia. Dengan air bersih manusia dapat memanfaatkanya untuk
kebutuhan sehari-hari. Selain untuk kebutuhan sehari-hari air bersih
dimanfaatkan oleh manusia untuk minum, kita ketahui bahwa 80% tubuh manusia
merupakan air. Dapat dibayangkan jika di bumi ini kekurangan air bersih maka
dapat dipastikan bahwa semua makhluk hidup dapat mengalami kematian. Air
merupakan sumber daya alam yang digunakan oleh hajat semua makhluk hidup.
Rata-rata kebutuhan air yaitu sebesar 60 Liter/orang/hari, diperkirakan setiap
harinya kebutuhan air bersih ini akan meningkat dari tahun ke tahun seiring
bertambahnya populasi manusia.
Desa
Gilirejo yang berada di kecamatan wonosamodro ini sebagian penduduk bekerja
sebagai petani,sama umumnya sebagian besar warga di kecamatan wonosamodro
bertani dengan sistem 'tadah udan' mengandalkan musin hujan. Banyak ladang
umumnya di tanam jagung dan sebagian padi , namun ada kelompok tani yang
mencoba mengembangkan pohon karet di desa Gilirejo. Desa Gilirejo yang mempuyaI
kode Kemendagri 3309222004 ini contoh sukses desa yang keluar dari kelangkaan
air di musim kemarau. Berawal dari Desa ini di pimpin oleh Kepala Desa ( Kades
) yang masih muda dan memiliki pandangan jauh ke depan yaitu Bapak Mardi Ismoyo
dengan visi Membangun Desa Bersama maka dengan keberanian beliau mengundang
ahli-ahli geologi untuk mencari sumber air di Desa Gilirejo.
Melalui Musyawarah yang panjang dari Musyawarah Dusun (Musdus) hingga ke Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes) akhirnya di sepakati untuk pembangunan sumur dalam di tiap Dusun dan berlanjut ke tiap Dukuh. Kades, Pemerintah Desa (Pemdes) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) serta masyrakat berani mengambil resiko untuk membuat sumur dalam atau sumur bor di berbagai Dusun di Desa Gilirejo, dengan saran dari ahli geologi serta para pemdamping desa di Kecamatan Wonosamodro akhirnya Proyek-proyek Desa Sumur Dalam di mulai di tahun 2019 dengan Sumber Dana dari Dana Desa (DD). Pendampingan Desa Gilirejo oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sudah ada sejak tahun 2015 oleh Bapak Arif Salasin ST, kemudian di tahun 2017 Kemendes PDTT melakukan perekrutan pendamping serentak se- Indonesia dan Desa Gilirejo mendapat tambahan Pendamping Desa (PD) yaitu Bapak Gunawan. Sempat kosong 2 tahun tanpa ada Pendamping Lokal Desa sampai 2019. Serta Saya Bapak Dedik Setiawan masuk menjadi Pendamping Lokal Desa (PLD) di bulan Agustus Tahun 2019.
Secara tidak langsung Desa Gilirejo sudah melaksanakan SDGs Desa (Sustainable Deveopment Goals) yang di rancang Meteri Desa Bapak Abdul Halim Iskandar dari tahun 2020. SDGs Desa adalah upaya terpadu mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring, dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Penulis: Dedik Setiawan (PLD Kecamatan Wonosamodro Kabupaten Boyolali Jawa Tengah)
0 Komentar