Di
kalangan sesama pelaku pemberdayaan, kami sering kali mengobrolkan
peluang-peluang usaha bidang apapun, diantaranya bidang ekonomi, kesenian,
agama, pendidikan, kesehatan, pariwisata, UMKM, termasuk juga bidang pertanian
dan peternakan. Pada suatu ketika, obrolan kami terfokus pada topik budidaya
tanaman pisang. Kami berpikir bahwa budidaya pisang ini mudah dan murah untuk
di lakukan. Selain itu, tanaman pisang tidak mengenal musim, bisa berbuah
sepanjang tahun, dan bisa tumbuh di daerah manapun. Dari obrolan kami,
kebetulan yang tertarik dengan ide peluang budidaya pisang ini adalah Desa
Kunti. Maka fokuslah saya dan kawan-kawan pemberdayaan yang lain untuk
pendampingan budidaya pisang di desa tersebut.
Rapat
koordinasi awal pun dimulai dengan mengumpulkan Pemdes Desa Kunti, Tomas, dan
Kader yang ada. Kami menyatukan niat, konsep, visi, dan misi ke depan untuk
meningkatkan kesejahteraan warga melalui budidaya tanam pisang. Dari budidaya
tanam pisang akan dikembangkan menjadi konsep wisata pertanian yang
terintegrasi dengan dibangunnya kolam lele dan kandang domba di area kebun
pisang. Kolam lele diharapkan bisa untuk sekalian pengairan pohon pisang,
sementara pohon pisang yang sudah dipanen dapat dicacah untuk pakan ternak
domba, dan kotoran domba di proses untuk pupuk kompos.
Kendala
sudah mulai terasa di awal, karena ternyata tanah di desa Kunti ini jenis lahan
kering, susah mencari mata air. Namun kami tidak putus asa, kami upayakan
mendatangkan ahlinya untuk mengajarkan kepada kami bagaimana memformulakan
tanah yang kering dan tandus agar bisa di tanami pisang. Bersama para ahli,
kami banyak menimba ilmu bagaimana cara dan sistem pengelolaan air di alam ini.
Bahwa air sesungguhnya berasal dari bumi. Air dari bumi yg menguap akan
membentuk awan yang kemudian dapat menurunkan hujan. Bumi adalah tempat
menyimpan cadangan air, maka sangat penting untuk mengelola air yang telah
berproses turun ke bumi ketika hujan. Caranya adalah menumbuhkan kesadaran
warga untuk masing-masing rumah tangga membuat sumur resapan yang dalam bahasa jawa
disebut jogangan. Semakin banyak kesadaran warga yang menerapkan sistem ini
maka akan bisa menyimpan air. Semakin banyak air yang tersimpan, maka tidak
akan terjadi tanah tandus dan kering. Karena pola menyimpan air dalam jogangan
ini juga akan berpengaruh pada siklus turunnya hujan. Ilmu yang telah di
ajarkan ini sepakat untuk diterapkan oleh warga.
Permasalahan
pengelolaan air sudah diterapkan, lahan yang akan ditanamipun sudah ada.
Langkah kami selanjutnya adalah membuat formula bagaiman cara pengadaan media
tanam, pupuk, serta bibitnya. Dengan kajian bersama warga desa, pegiat desa,
serta tokoh msyarakat setempat kami mengadakan pelatihan pembuatan pupuk kompos
secara mandiri tingkat desa. Bahan bakunya adalah limbah kotoran hewan (kohe)
sapi dari warga, karena banyak warga desa Kunti yang mayoritas petani, juga
memiliki sapi. Kohe sapi dari warga dikumpulkan sampai mencapai kapasitas
tertentu untuk satu periode pembuatan. Jika Kohe yang sudah terkumpul dirasa
cukup, kemudian kohe tersebut diperlakukan khusus dengan ditambah bakteri
pengurai, setelah itu baru ditutup rapat dengan terpal selama minimal 14 hari.
Setelah jadi, baru pupuk siap untuk dijadikan sebagai media tanam. Pupuk kompos
yang dihasilkan ini sudah diformulasi secara khusus untuk tanaman pisang.
Setelah
proses penerapan produksi pupuk kompos berjalan kamipun mulai fokus ke
pelatihan pengadaan bibit pisang. Dari seorang mentor narasumber pelatihan
mengajarkan untuk memperbanyak bibit pisang dengan cara memanfaatkan bonggol
induk pisang. Bonggol pisang yang dipakai adalah bonggol pisang yang sudah tua,
akan lebih bagus lagi adalah bonggol yang diambil dari induk pohon pisang yang
habis dipanen agar tidak menjadikan pohon serumpun yang lebih muda stress.
Bonggol ini di ambil kemudian dicuci bersih dan disemprot dengan fungisida agar
bebas dari jamur maupun parasit lainnya. Setelah itu, persiapkan media untuk
menimbun bonggol tersebut di lahan pembibitan.
Bonggol
pisang yang telah ditimbun kemudian disiram air secukupnya lalu kita tutup
dengan plastik tebal dan transparan diatasnya agar bisa dipantau pertumbuhan
tunasnya tanpa harus membukanya. Biasanya setelah kurang lebih 2 minggu akan
tumbuh beberapa tunas anak pisang. Tunas-tunas baru inilah calon-calon bibit
pisang yang akan di budidayakan. Hasil dari pengadaan mandiri bibit pisang ini
ternyata pada awalnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bibit untuk ditanam
dilahan yang ada, maka di tahap awal kami masih mendatangkan bibit dari daerah
lain di Jawa Timur.
Setelah
proses pengadaan bibit, tahapan berikutnya kami belajar sistem perawatan
tanaman pisangnya. Bibit pisang yang sudah ditanam tidak perlu perawatan
khusus. Terpenting adalah memperhatikan kebutuhan penyiraman berkala secara
rutin, karena sifat tanaman pisang ini harus cukup air. Tidak boleh kurang atau
lebih. Kalau kurang air maka pohon pisang layu dan batangnya rapuh sehingga
mudah tumbang. Begitupun kalau kelebihan air, maka akan terjadi batang busuk,
atau kerdil istilah jawanya bacek. Lahan kebun pisang sebaiknya dipagari pohon
lain yang tinggi dan rimbun semacam pohon bambu agar dapat berfungsi sebagai
pemecah angin, sehingga ketika ada angin besar tidak akan merusak daun pisang,
karena kualitas daun pun akan mempengaruhi kualitas buah.
Jarak
tanam antar pohon perlu di perhatikan juga agar pelepah pisang tidak saling
bersenggolan. Jarak aman antara satu pohon dengan pohon lain adalah 1,5 meter.
Ketika pohon pisang sudah mulai berbuah, maka perlu perlakuan khusus juga
terhadap buahnya, yaitu dibersihkan antar tandan pisangnya, di kasih pelapis,
kemudian dibungkus agar aman dari lalat buah maupun hewan pemangsa lainnya.
Jika sudah diperlakukan dengan benar, tinggal kita menunggu masa panen raya
tiba. Masa panen buah pisang sekitar tiga bulan sejak jantung pisang keluar.
Proses
panen tidak mengalami kendala yang rumit, karena lahan kebun pisang di desa
kunti ini mudah dijangkau. Dari hasil buah yang di panen kemudian di pilih
sesuai grade-nya untuk dipisahkan. Grade 1 untuk dijual langsung sebagai buah
ke kios buah, pasar tradisonal, maupun supermarket. Sementara yang lain untuk
diproses menjadi produk olahan. Produk turunan buah pisang banyak macamnya,
seperti; bolu pisang, keripik pisang, es krim pisang, bahkan bisa juga
diproduksi untuk membuat tepung pisang sebagaimana banyak beredar dipasaran
untuk bahan produk makanan bubur bayi seperti Promina, Cerelac, Sun.
Olahan
berbentuk tepung pisang ini sebenarnya mempunyai pangsa pasar yang bagus,
bahkan sampai ke Luar Negeri. Namun untuk menembus pasar luar negeri harus
memenuhi standart tertentu, dan ini masih belum bisa kami upayakan. Meskipun
begitu tak perlu risau, karena banyak pilihan yang bisa dikembangkan untuk
peluang usaha dari budidaya pisang ini. Di antaranya adalah memperbanyak
produksi pupuk komposnya, penjualan bibit, penjualan daun untuk bungkus makanan
yang ramah lingkungan, dan masih banyak lagi.
Alhamdulilah
dari cerita Desa Kunti yang tadinya kering dan tandus sekarang bisa jadi
pioneer budidaya pisang di wilayah Kecamatan Andong. Sampai sekarang masih
berkelanjutan dan berkembang, baik yang dikelola oleh desa maupun kelompok
masyarakat, Sehingga sedikit banyak telah mampu memberi kontribusi peningkatan
perekonomian masyarakat dan menambah Pendapatan Asli Desa tentunya. Hal ini
juga berarti telah mendukung program SDGS desa tanpa keparan, desa tanpa
kemiskinan.
Keberhasilan
budidaya pisang di desa kunti ini juga menarik minat desa-desa lain untuk ikut
mengembangkan budidaya tanaman pisang. Di antaranya adalah Desa Pranggong, Desa
Mojo, dan beberapa kelompok warga desa lain. Hal ini menjadi peluang bagi desa
Kunti sebagai penyedia bibitnya. Bahkan saya pribadi juga beberapa kali diminta
tolong kawan untuk mengantarkan ke Desa Kunti untuk membeli bibit pisang.
Budidaya tanaman pisang ini mudah dan murah, sebagaimana pengantar awal di tulisan ini. Pengadaan bibit cukup sekali saja pada awal memulai tanam, selanjutnya dari bibit itu akan menjadi induk yang selalu menumbuhkan tunas-tunas baru. Begitu seterusnya, sehingga selalu butuh lahan untuk perluasan. Jika sudah terpaksa tidak ada lagi lahan untuk menanam tak perlu risau, karena kita masih bisa berpenghasilan dari penjualan bibitnya.
Bagaimana, apakah anda tertarik budidaya tanaman pisang juga? Yuk mari hijaukan bumi pertiwi dengan budaya menanam pohon. Dengan motto “Manfaatkan sejengkal tanah untuk hidup dan kehidupan”.
Penulis: Qori’ Suciani (PLD Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)
0 Komentar