Perempuan Tangguh itu Seorang Pendamping Desa

 


Pendamping Desa selalu diidentikkan dengan pekerja lapangan. Pekerja lapangan selalu diidentikan dengan sosok laki-laki. Benarkah demikian? padahal banyak perempuan yang berjuang di Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Pagi hari sekitar pukul 06.00, matahari sedikit malu-malu untuk menampakan wajahnya. Berbeda dengan salah satu perempuan yang dengan sigapnya tak malu lagi untuk mengeluarkan aksinya. Sebut saja perempuan itu bernama Sukma. Ia memikirkan tentang teka teki kehidupan dalam dirinya. Perempuan ini masih gadis berusia 26 Tahun, usia yang sudah sangat matang untuk berumah tangga. Bahkan teman-teman sebayanya pun sebagian besar sudah menikah. Sehingga Ia risau akan masa depannya. “Sabar” kata andalan yang selalu Ia keluarkan dari mulutnya sambil mengelus dada.

Sukma tinggal dirumah kecil dengan tembok yang sudah merekah, sebagian atap yg bocor ketika hujan turun, dan lantai ubin yang sebagian sudah rusak. Ia hanya tinggal dengan Ibunya saja, Ayahnya meninggal dunia sejak ia kecil.Itulah alasan ia harus mandiri sejak kecil. Ketika lulus kuliah, teman-temannya bercita cita bekerja di perusahaan besar, kerja kantoran gaji besar. Tetapi tidak dengan Sukma, dalam benaknya hanya ingin segera mendapatkan pekerjaan apapun yang penting halal sehingga Ia tidak lagi menjadi beban sang Ibu. Sukma selalu berkata dalam hatinya :“Aku harus bisa berdiri sendiri diatas kaki yang berpijak pada bumi pertiwi”.

Dengan berlembar-lembar surat lamaran yang Ia buat dan Ia kirimkan ke berbagai penyedia lowongan pekerjaan serta Ia ikuti tes masuknya, tepat disaat Ia hampir menyerah tiba-tiba ada pemberitahuan email masuk yang isinya ”Selamat Anda Lolos Menjadi Pendamping Desa”. Seketika Ia mencari sang Ibu yang sedang memeriksa beberapa tanaman hidroponiknya, Dipeluklah dengan sangat erat sambil menangis dan memberi tahu:”Ibu, akhirnya Sukma mendapatkan pekerjaan”. Sang Ibu tak henti-hentinya mengucap syukur.

Hari pertama bekerja, Sukma berkoordinasi dengan atasan ditempat Ia bekerja. Semula Ia kaget mendengar cerita dari teman-teman kerjanya bahwa sebagai Pendamping Desa setiap hari harus bertemu dengan orang – orang dengan berbagai macam karakter dan latar belakang yang berbeda, setiap hari harus kunjungan lapangan dari desa satu ke desa yang lain. Tetapi dengan niat dan tekadnya seiring berjalannya waktu, Sukma merasakan kenyamanan dalam membantu dan memberikan pendampingan secara intensif baik kepada individu masyarakat desa ataupun kelembagaan desa dalam pengelolaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Ia semakin jatuh cinta dengan pekerjaan sebagai pendamping desa.

Setiap hari setelah mengantar Ibunya belanja ke pasar, Sukma bersiap diri dengan baju lapangan khasnya yaitu baju kemeja lengan panjang sesekali kaos berkerah, sepatu semi boot dan topi yang Ia masukan ke dalam tas ranselnya, tanpa riasan di mukanya yang terkadang menjadi bahan cibiran orang-orang yang menganggap dirinya masih gadis tetapi tidak pandai berhias diri, bagaimana mungkin ada lelaki yang akan mendekatinya? Dengan enteng Sukma hanya menjawab ”Gampang saja merubah status belum kawin menjadi kawin di KTP, tetapi merubah hati seseorang tidak semudah seseorang mencibir orang lain”. Terkadang Sukma memang pandai menskakmat orang. Tak menjadi penghalang bagi Sukma ketika ada orang lain yang mencibir dan merendahkan dirinya karena Ia yakin keberhasilan dan masa depan seseorang masih menjadi rahasia Tuhan yang akan dibuktikan oleh waktu.

Pukul 07.30 Sukma bergegas keluar rumah dengan fikiran fokus ke pekerjaan. Sukma sampai di salah satu desa, Ia langsung sigap melakukan pendampingan. Hari itu bertepatan dengan bulan September, dimana setiap Desa sudah mendapatkan jadwal untuk melakukan musyawarah desa penetapan RKPDesa Tahun berikutnya. Tidak lupa Sukma memfasilitasi tim penyusun RKPDesa untuk menyiapkan materi yang akan disampaikan pada saat musyawarah desa penetapan RKPDesa.

Ada beberapa usulan tahun sebelumnya yang belum terealisasi dan kemudian menjadi usulan di tahun selanjutnya, namun ada yang mengganjal dihati Sukma pada saat Ia melihat daftar usulan yang akan ditetapkan pada musyawarah desa. Itu tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMdesa), anggaran untuk BUMDesa sangat sedikit sementara beberpa minggu sebelumnya Ia bersama pengurus BUMDesa membuat program kerja untuk tahun selanjutnya dan anggaran yang dibutuhkan lebih banyak.

Sukma mengkonfirmasi ke Tim Penyusun RKPDesa dilanjut berkoordinasi dengan Kepala Desa, BPD, dan Pemerintah Desa memutuskan untuk melakukan rapat koordinasi dengan pengurus BUMDesa pada hari Sabtu karena memilih waktu yang efektif bisa hadir semua. Sukma menghela nafas :”Sabtu kan hari libur tidak tercatat ke laporan DRP pula. DRP (Daily Report Pendamping) merupakan aplikasi yang di sediakan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang digunakan sebagai laporan kerja harian Pendamping Desa. Selain itu sabtu waktunya istirahat dirumah kenapa masih harus ada pekerjaan?”. Karena sudah sering Sukma mengalami hal demikian bekerja di hari libur, Ia hanya tersenyum berusaha menguatkan diri bahwa apa yang Ia jalani harus selalu diniatkan ibadah.

Sukma pulang pergi bekerja menggunakan motor bebek yang Ia kenakan dari sejak kuliah hasil pemberian dari Kakeknya, terkadang Ia harus ikhlas menghadapi motor lawasnya yang sering tiba- tiba mogok dijalan, Ia harus menuntun motornya sampai Ia menemukan bengkel.”Mau sampai kapan aku seperti ini?” keluh Sukma. Tetapi lagi-lagi Ia di ingatkan akan kesabaran dan ketangguhannya, “Harus bersyukur karena masih banyak yang tidak bisa bekerja dan tidak diberi kekuatan sepertiku” tambah Sukma.

Sebelum tiba hari sabtu, Sukma menyempatkan diri untuk melakukan pendampingan berupa fasilitasi lembaga kemasyarakatan desa yaitu fasilitasi pertemuan rutin Tim Penggerak PKK Desa. Ia mengisi pertemuan tersebut dengan bersosialisasi terkait Stunting, karena Ia berpikir bahwa peran Tim Penggerak PKK sangatlah penting ikut dalam penurunan angka stunting melalui program-program di masing-masing pokja yang dapat mencegah dan mengatasi stunting. Dengan kata penutup khasnya ketika bersosialisasi tentang stunting yaitu penggalan dari salam germas “Cegah Stunting Itu Penting” Sukma meberikan kata penutup dengan penuh semangat.

Berbeda setelah Ia sampai di rumah pukul 16.30, Ia selalu merasa kecapaian dan sesekali merasakan sakit kepala. Hal itu dikarenakan selain Sukma melakukan pendampingan di Kantor Balai Desa, berinteraksi dengan masyarakat desa, Ia juga sesekali melakukan monitoring kegiatan fisik lapangan seperti pengaspalan,drainase, dan sebagainya dibawah panasnya terik matahari. “Huh!” hela Sukma. Baru saja Sukma selesai mandi, Ia baru ingat harus mengajar senam sehat bersama warga di lingkungan RT dan RW. Karena merasa bertanggung jawab dan professional,

Sukma bergegas langsung menuju lapangan tempat warga bersiap dan berkumpul. Lagi – lagi selama mengajar tidak terlihat sedikitpun kelelahan di wajah Sukma, yang Ia tunjukan selalu sikap semangat. Setiap pertemuan Sukma diberi upah mengajar oleh ketua RW yang diberikan secara sukarela. “Puji syukur seberapapun nilainya sudah pasti bisa buat menambah pemasukan, karena semenjak aku bekerja semua kebutuhan rumah dan ibuku, aku yang memenuhi” batin Sukma.

Hari Sabtu pagi tiba-tiba Sukma demam, suhu badannya mencapai 39 derajat, badannya terasa lemas untuk berdiri bahkan berjalan pun berat. Karena Sukma ingat hari itu Ia harus memfasilitasi pengurus BUMDesa, Ia langsung meminum obat dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk bisa terasa sehat kembali. Ia tetap melakukan tanggung jawab memfasilitasi Koordinasi Pengurus BUMDesa dengan Kepala Desa, BPD, dan Tim Penyusun RKPDesa. Menghasilkan menyetujui anggaran untuk penyertaan modal BUMDesa sesuai dengan anggaran program kerja BUMdesa, karena BUMDesa masih menjadi program prioritas nasional.

Tak disangka sudah 2 tahun Sukma melewati pekerjaan sebagai Pendamping Desa dengan terus menjalani kehidupannya dengan gigih, Ia berhasil merenovasi rumahnya hingga lebih layak huni dan Ia sudah mengganti motor nya dengan menukar tambah motor lawasnya menjadi motor matic terbaru, serta Ia sering membeli barang-barang hadiah untuk Ibunya. Seiring berjalannya waktu, Sukma sudah lebih merasa hidupnya lebih baik, namun bukan berarti permasalahan tidak akan muncul lagi dalam hidupnya.

Pagi hari Sukma tiba di Kantor Kecamatan untuk melakukan Apel Pagi yang rutin dilaksanakan setiap hari senin bersama karyawan Kantor Kecamatan. Usai apel, Sukma diberi tahu ada surat untuknya dari Aparat Penegak Hukum (APH). Betapa kagetnya Ia membuka surat tersebut dan isinya berupa undangan untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan APBDesa oleh Kepala Desa di salah satu Desa. Selama hidupnya Ia tidak pernah berurusan dengan Aparat Penegak Hukum (APH).

Ketika hari itu tiba dimana Ia diperiksa sebagai saksi, sambil berjalan seorang diri Ia memasuki ruang penyidikan. Sambil menyeka keringat yang sudah mengalir deras diatas pelipisnya, Ia duduk dihadapan penyidik dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh penyidik. Sukma berusaha mengingat apa yang Ia ketahui dengan sebenar benarnya, tanggung jawabnya sebagai Pendamping Desa sedang diuji. “Ah rasanya seperti sedang melakukan wawancara pekerjaan. Ah bukan bukan,ini lebih berasa sedang menghadapi sidang skripsi, atau mungkin seperti ini juga kah ketika nanti kelak ditanya malaikat?” Sukma menerka–nerka dalam hati. Pagi hingga sore tak terasa lapar maupun haus, itulah yang di rasakan Sukma pada saat diperiksa sebagai saksi oleh penyidik.

“Sudah selesai kah?” tanya Sukma kepada penyidik. Akhirnya Ia bisa tersenyum dengan lega. Alih-alih sudah lega, beberapa hari kemudian Sukma kembali mendapat undangan untuk didengar kesaksiannya. Tidak hanya sampai disitu, Sukma masih harus bolak balik di hari berikutnya untuk sekedar memberi dokumen yang diminta penyidik ataupun hanya untuk menandatangani berita acara pemeriksaaan sampai ada putusan dari Aparat Penegak Hukum (APH). “Ya capek waktu, tenaga, pikiran, dan uang” Sukma seolah bercerita dengan dirinya sendiri sambil bercermin.

Tidak terasa sudah berganti tahun, artinya Sukma menjalani tahun ketiga sebagai Pendamping Desa. Sukma berkesempatan untuk mengikuti uji kompetensi sertifikasi Pendamping Desa yang diselenggarakan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Sukma memulai mengumpulkan berkas yang dibutuhkan untuk uji kompetensi, tak disangka banyak berkas yang harus Ia siapkan sampai Ia harus berkurang istirahatnya. Sesekali Ia mengeluh, merengek kelelahan. Tetapi perempuan tangguh ini tanpa rasa takut mengadahkan ke atas langit,Ia mengadu kepada Sang Pencipta. Seketika Ia tersenyum melihat takdir yang akan dan kelak Ia dapatkan, memiliki banyak pertanyaan dalam benaknya sebenarnya takdir seperti apa yang akan dan bagaimana Ia dapatkan. Tidak pernah putus asa dalam mencoba berbagai hal, itulah yang selalu menjadi motivasi Sukma dalam menghadapi hal yang baru Ia lakukan.

“Yes, We Did it” kala itu Sukma menyampaikan kalimat tersebut di depan teman-temannya yang juga mengikuti uji kompetensi sertifikasi Pendamping Desa usai dinyatakan kompeten. Lalu apa yang didapatkan Sukma setelah dinyatakan kompeten sebagai Pendamping Desa?. Sukma tersenyum sambil berkata ”Bangga!”. Ia berfikir bukan setelahnya yang Ia tuju, tapi prosesnya lah yang bisa membuat pembelajaran bagi dirinya bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha. Selama Ia bekerja sampai dinyatakan kompeten, banyak pengalaman baru yang Ia dapatkan. Menurutnya prestasi berbanding lurus dengan apresiasi, prestasi diperoleh dari hasil kerja keras yang jujur dan ikhlas. Menjadi Pendamping Desa membuatnya berprinsip “Lakukan apapun yang kita bisa, karena hadiah terbesar dalam hidup adalah kepuasan ketika kita dapat bermanfaat buat orang lain”.

Hari minggu pagi, Sukma tersenyum sambil melihat beberapa tanaman hidroponik milik Ibunya yang sudah siap dipanen lewat jendela ruang tamu. Sesekali Ia memandang foto Ayahnya yang terbingkai tepat disamping jam dinding, Ingin sekali Ia bercerita kepada Ayahnya tentang kehidupan Ia dan Ibunya sekarang. Masa muda yang dilewatinya harus berjuang keras menjadi seorang anak perempuan tanpa sosok Ayah yang harus tangguh dan tahan banting untuk bisa sukses agar membahagaiakan Ibunya. Jatuh Bangun Ia jalani demi bertahan memenuhi kebutuhan Ia dan Ibunya.

Bagi Sukma bekerja sebagai Pendamping Desa semakin mudah karena Ia tidak hanya belajar dari materi yang disampaikan atasan ataupun hanya sekedar patuh dengan birokrasi terkait, tetapi Ia banyak belajar dari pengalaman yang Ia dapatkan di lapangan ataupun di pemberdayaan masyarakat desa. Karena sejatinya Pendamping Desa bertugas meningatkan keberdayaan masyarakat di desa. Walaupun ketakutan selalu menghantui dirinya, tetapi Sukma selalu berdoa agar kehidupannya selalu lebih baik. Ia pun sudah tidak lagi memikirkan teka teki kehidupannya. Ia lebih semangat menjalani kehidupannya dan menikmati bekerja sebagai Pendamping Desa. Ya, itulah Sukma. Sosok perempuan yang tangguh dalam melewati setiap proses kehidupannya. Perempuan tangguh itu adalah seorang Pendamping Desa.



Penulis: Fevi Awalia

Posting Komentar

0 Komentar