Ikhtiar Literasi di Desa

 


Kala itu, di bulan Oktober 2022, siang yang terik, matahari begitu menyengat, saya melaju dengan motor menuju di sebuah cafe di ibu kota kabupaten. Di cafe itu, telah menunggu salah satu kepala desa dampingan saya yakni Kepala Desa Bonelemo Utara Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu. Pak Jamal, begitu biasa ia disapa. Setiba di cafe, kami mulai berbincang. Tentu topik yang kami bicarakan tak jauh-jauh dari pembangunan desa, sebab memang desa telah memasuki tahap perencanaan untuk tahun 2023. “Tahun depan, saya sudah mau mulai fokus ke pemberdayaan”, begitu Pak Jamal memulai pembicaraan.

Saya sangat senang mendengar apa yang dikatakan Pak Jamal itu. Saya tidak alergi terhadap pembangunan infrastruktur fisik desa, tapi bagi saya ada hal juga substantif perlu desa lakukan: Membangun manusia. Sekitar tiga jam saya diskusi dengan Pak Jamal, sampai pada kesimpulan perlunya ada program peningkatan sumber daya manusia. Saya memberi pilihan program perihal peningkatan literasi di desa. Pilihan ini saya berikan, tentu setelah menggambarkan perihal tertinggalnya literasi Indonesia termasuk desa di dalamnya.

Saya kemudian menyampaikan bahwa Indeks Literasi Indonesia di dunia berdasar survei Program International Studen Assestment (PISA) 2018, Indonesia berada di urutan 74 dari 79 negara yang disurvei. Masih menurut PISA, tingkat pemahaman mahasiswa Indonesia semester empat atau lima terhadap sesuatu setara dengan tingkat SMP di Eropa. Data ini menunjukkan betapa rendahnya literasi kita.

Akhirnya, pertengahan Januari 2023, disepakatilah waktu untuk melaunching Program Peningkatan Literasi Desa. Dan program ini telah disepakati oleh masyarakat melalui proses musyawarah desa. Saya selaku pendamping, punya tugas selanjutnya mencari fasilitator program ini. Kebetulan saya punya beberapa kenalan yang bisa diajak untuk jadi fasilitator. Dari pertemuan dengan mereka, saya menjelaskan bahwa sasaran dari program ini adalah anak-anak, remaja dan orang tua. Untuk anak-anak dan remaja, ada beberapa domain yang akan diberikan seperti seni, sastra dan budaya, life skill dan religius. Sedang orang tua akan fokus kepada parenting.

Waktu bergerak, Oktober semakin jauh dan Desember baru saja berlalu. Pergantian tahun begitu meriah. Pesta kembang api menyala di mana-mana langit berubah warna-warni. Januari 2023 datang dengan semangat baru. Desa-desa siap bekerja dengan program baru. Warga Desa Bonelemo Utara sisa menghitung hari menyambut program baru desa. Setelah sebelumnya sosialisasi telah dilakukan. Tanggal 14 Januari 2023 tanggal dipilih untuk Launching Pondok Literasi dengan tema besar Upaya Peningkatan Literasi Desa.

Sabtu sore, pukul 15.30 WITA, warga yang telah diundang untuk mengikuti launching telah berdatangan. Tamu dari kecamatan sedari tadi hadir. Kursi yang disediakan mulai terisi satu per satu. Para fasilitator sejak pagi hari sudah di desa terlibat mempersiapkan acara launching. Akhirnya Launching Pondok Literasi dimulai. Pak Jamal menyampaikan sambutan. Ia bicara banyak hal. Salah satunya tentang visi-misinya ke depan. Ia juga bicara perihal pemberdayaan desa khususnya menghadirkan pendidikan berkualitas di desa. Dan terakhir fokus pada Program Peningkatan Literasi Desa bahwa ini adalah bentuk komitmen pemerintah desa dalam membangun sumber daya manusia di Desa Bonelemo Utara.

Setelah Pak Jamal bicara, giliran saya selaku pendamping diberi kesempatan. Di kesempatan ini, saya sampaikan pengalaman saya selama menjadi pendamping di Kecamatan Bajo Barat sebelum bicara khusus tentang program Peningkatan Literasi Desa. Saya sampaikan bahwa di Bajo Barat sudah hampir empat tahun saya menjadi pendamping desa. Waktu yang tentu belum cukup lama jika kita bekerja dalam desa dengan segala kompleksitasnya.

Di desa sudah banyak berubah. Dulu, mungkin "patronasi" menjadi wajah desa. Dulu, desa sangat tergantung pada   sosok   yang   punya   karismatik.   Marx   Weber   seorang sosiolog, pernah bilang karisma adalah kekuatan revolusioner serupa dengan "akal" yang bekerja dari luar. Mengingatkan situasi kehidupan dengan masalah-masalahnya. Sosok karisma mampu mencerdaskan individu lain. Mencerahkan dengan lakon hidup yang patut dicontoh. Tokoh karismatik memiliki kekuatan spiritual membaca arah zaman. Sosok karisma tampil menjadi kohesi sosial di desa.

Dulu, individu yang menjadi pemimpin di desa dianggap memiliki kelebihan di atas rata- rata masyarakat desa pada umumnya. Ia memiliki daya magis agar warga menjadi taat, patuh pada nilai-nilai luhur yang ada. Kini, desa sudah berjalan dengan dinamikanya yang baru. Tentu tak lagi sama dinamika yang lalu-lalu. Tokoh karismatik semakin sulit ditemukan. Para pemimpin kepala desa umumnya tak memiliki kekuatan sebagaimana tokoh karismatik. Kini, pemilihan kepala desa tidak lagi berdasarkan sepenuhnya pada ketokohan dengan kelebihan tertentu (karisma) tapi melalui hitung-hitungan pada bilik suara. Dan, di sana transaksi berjalan dengan apik, halus, sistematis dan masif.

Semenjak undang-undang desa lahir, desa diharap bisa menentukan arah masa depannya sendiri secara terukur. Partisipasi desa dalam pembangunan adalah ide-ide yang termaktub dalam undang-undang tersebut. Demokratisasi desa adalah wajah lain dari UU Desa itu. Tapi, kadang kala teori berjalan pada sisi kanan dan praktik pada jalur kiri. UU Desa bukan tanpa risiko. Adanya UU Desa akhirnya mengalir juga dana desa yang cukup besar ke rekening desa. Di sinilah awalnya. Titik inilah celanya.

Dana desa yang cukup besar punya wajah ganda dipraktiknya. Sesarinya ia penunjang dalam melaksanakan ide-ide dalam UU Desa, namun, melahirkan wajah lain. Justru dana desa punya pengaruh pada wajah sosial desa. Perburuan pemimpin di desa menjadi titik dasarnya. Di titik inilah karisma pemimpin tak lagi utama. Calon pemimpin bukan lagi pada modal sosial yang panjang. Tapi pada modal uang yang besar. Konflik kepentingan semakin tinggi. Gesekan masyarakat semakin panas. Sosial desa jadi amburadul. Kohesi sosial jadi retak.

Benar, dana desa tentu punya nilai positif. Sudah ribuan kilometer jalan tani, drainase, rabat beton hadir di desa yang dulunya susah direalisasikan. Susah dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Tapi, semua itu, ada juga yang tidak tepat sasaran. Sisi lain, banyaknya pembangunan infrastruktur fisik di desa pada akhirnya menafikan pembangunan manusia dan budayanya. Pemberdayaan tidak menjadi prioritas. Ia hanya menjadi pilihan kedua.

Sekali lagi, hampir empat tahun saya menjadi pendamping di desa, di Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu, tentu masih waktu yang singkat. Perubahan pola pikir di kalangan pemerintah desa dan masyarakat bukanlah pekerjaan mudah. Perihal satu ini, saya seperti melihat kura-kura yang berjalan. Sungguh lambat. Namun harapan tetap ada, sebab ia masih terus bergerak.

Saya melihat sedikit demi sedikit program pemberdayaan sudah menjadi alam pikir pemerintah desa. Hal ini dapat saya ceritakan bagaimana desa-desa di lokasi dampingan saya merumuskan kebijakannya. Geliat membangun wisata untuk ekonomi desa kini menjadi rumusan di musyawarah desa bahkan sudah ada desa yang sedang mengerjakannya secara bertahap. Salah satunya program seperti apa yang kita launching sekarang ini. Ini adalah program yang berpihak pada pembangunan manusia. Menumbuhkan generasi yang tangguh di desa kelak mereka jadi generasi yang memajukan desa. Seperti itulah yang saya sampaikan di acara launching. Selanjutnya giliran Pak Camat yang diberi kesempatan sambutan sekaligus menandai dimulainya Peningkatan Literasi Desa Bonelemo Utara.

Pak Camat sangat mengapresiasi program ini. Kata Pak Camat ini benar-benar program baru yang sebelumnya tidak pernah ada di desa-desa lain di Kabupaten Luwu. Bagaimana tidak program ini, selain menyediakan buku-buku juga ada fasilitator yang menemani anak-anak dan remaja untuk belajar bersama di setiap akhir pekannya. Dan ini akan berlangsung satu tahun. Selain itu, cara pola asuh akan diberikan kepada orang tua melalui kegiatan parenting.

Launching selesai. Pekan berganti ke pekan. Anak-anak desa memiliki “rutinitas” yang selalu ditunggu di akhir pekannya. Belajar sambil bermain di tempat yang dinamai Pondok Literasi. Di sinilah mereka berkreativitas seni, sastra dan budaya. Menyanyi, menari, mendongeng, menggambar, games. Pengetahuan lingkungan pun tak luput diberikan ke mereka.

Fasilitator betul-betul bekerja dengan baik. Mereka rela menempuh perjalanan jauh dari Kota Palopo ke Desa Bonelemo Utara setiap pekannya demi anak-anak desa bertumbuh dengan baik. Tentu awalnya tak mudah. Anak-anak susah sekali diajak. Mereka tak memiliki kepercayaan diri. Memperkenalkan diri saja malunya minta ampun. Tapi perlahan semua pelan-pelan teratasi. Mereka sudah mulai percaya diri. Tak terasa, kini program ini sudah berjalan sembilan bulan. Desember nanti batas akhir program. Tapi, Pak Jamal dan masyarakatnya tetap ingin melanjutkan di tahun depan.



Penulis: Asran Salam (Pendamping Desa Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan)

Posting Komentar

0 Komentar