Manisnya Dana Desa Jangan Sampai Ciptakan Oligarki di Desa

 


Dana Desa merupakan bentuk perhatian khusus dari pemerintah pusat untuk menciptakan pemerataan pembangunan hingga ke plosok negeri. Dorongan untuk kemajuan itu semakin nyata dengan semakin meningkatnya anggaran dana desa setiap tahunnya. Dalam implementasi di lapangan juga dapat dilihat dengan jelas betapa pesatnya kemajuan di desa- desa saat ini, hal ini dapat kita lihat dari makin banyaknya akses jalan di desa mulai dari jalan lingkungan hingga jalan usaha tani, begitupun dengan jaringan irigasi embung, air bersih, sanitasi dan masih banyak lagi.

Selain dari pembangunan fisik dana desa juga berperan dalam upaya pengntasan kemiskinan dengan adanya BLT DD, penanganan stunting, penangulangan ketahanan pangan hingga pemberdayaan kemasyarakatan. Apabila kita pernah ke satu desa 10 tahun yang lalu, kemudian sekarang kita ke desa itu lagi, kita pasti akan melihat perubahan yang pesat di desa, kemajuan-kemajuan yang ada merupakan bentuk manisnya dana desa.

Manisnya dana desa selain dirasakan oleh masyarakat desa juga lebih di rasakan oleh pemerintahan desa, dalam hal ini dapat di lihat dari tingkat kesejahteraan kades dan perangkat desa yang jauh lebih meningkat yang tak lepas dari di naikkannya gaji kades dan perangkat desa yang di sebabkan karena adanya dana desa. Manisnya dana desa ibarat gula yang dekerumuni semut, manisnya dana desa juga demikian.

Dapat di lihat semenjak adanya dana desa, setiap pemilihan kepala desa terasa sedikit panas, di mulai dari jumlah calon kepala desa yang meningkat dan juga tidak bisa tutup mata praktil politik uang pada saat pemilihan kepala desa semakin barbar. Nominal dalam praktik politik uang di desa juga tidak main- main mulai dari Rp.200.000 per mata pilih hingga di beberapa desa yang mata pilihnya sedikit nominal tersebut bisa mencapai angka Jutaan. Apalagi sekarang muncul wacana masa jabatan kepala desa hingga 9 tahun, kalau tidak ditindak lanjuti dengan bijak bisa-bisa menambah panas tensi politik di tinggat desa hingga ada kemungkitan menciptakan oligarki dan politik dinasti di desa.

Tulisan ini bukan bermaksud mengkritik kepala desa apalagi mengkritik wacana penambahan masa jabatan kepala desa, tetapi untuk mengajak kita bersama memikirkan masa depan desa dan menggali potensi-potensi masalah kedepan akibat manisnya dana desa.

Seperti wacana penambahan masa jabatan kepala desa yang menimbulkan kegaduhan di tingkat akar rumpun, kalau kita mau telaah lebih mendalam bukan 3, 5, 6 bahkan 9 tahun masa jabatan yang jadi masalah tetapi kekuasaan kepala desa yang terlalu besar dan absolute. Kita lihat saja pada saat pengkatan/pemilihan perangkat desa, kepala desa sangat leluasa menentukan siapa yang mau dia jadikan perangkat desa tanpa melalui proses penyaringan dan seleksi yang jelas.

Bandingkan saja dengan proses pengankatan pejabat oleh Bupati dan Gubernur yang memiliki syarat tertentu sepeti golongan jabatan dan melalui mekanisme lelang jabatan. Karena power dan kebebasan yang terlalu luas dalam pengangkatan perngkat desa oleh kepala desa wajar saja sering kita temui orang yang mengisi jabatan perangkat desa lebih banyak tim sukses, sanak saudara hingga anak dan mertua kepala desa. Kalau hal ini tidak ditindak lanjuti dengan bijaksana, maka cepat atau lambat Oligarki di Desa itu akan nyata dan dana desa yang inklusi akan menjadi selogan saja.

Setiap obat pasti ada efek sampingnya, ibarat dana desa yang merupakan obat untuk pemerataan pembangunan Indonesia namun ada sedit efek samping yang bisa menciptakan oligarki di desa kalau tidak di tindak lanjuti dengan bijak. Dalam hal itu ada sedikit saran dari penulis berupa Sistem Seleksi Perangkat Desa, dimana dalam sistem seleksi ini kita akan mencari win-win solusion dimana kepala desa masih memiliki hak menentukan perangkat desa namu dengan sistem seleksi yang lebih ketat dan jelas. Penulis mengusulkan agar Kementerian Desa atau kerjasama antara Kementeria Desa dengan Kementerian Dalam Negeri membuat sebuah sistem seleksi Perangkat Desa secara nasional melalui mekanisme CAT. Kenapa mesti sistem CAT..? hal ini dilakukan demi menjamin transaparansi dan mengenalkan calon perangkat dengan dengan teknologi supaya tidak lagi di temukan perangkat desa yang alergi dan gaptek terhadap teknologi.

Demi menjunjung asas win-win solusion, missal kuota perangkat desa 10 orang maka calon perangkat desa yang lulus dari hasil seleksi nasional CAT adalah 20 orang, dimana kepala desa dapat memilih 20 orang tersebut untuk mengisi 10 kuota perangkat desa yang ada. Apabila di perlukan peringkat 1 dan 2 dari hasil tes otomatis menjadi perangkat desa dengan posisi di tentukan oleh kepala desa, hal ini di lakukan demi menjaga semangat transparansi dan semangat untuk belajar tentang desa.

Hasil seleksi perangkat desa ini nanti hanya untuk satu kali masa jabatan dan juga demi menciptakan regenerasi maka masa jabatan perangkat desa maksimal 3 priode. Dengan adanya sisitem seleksi perangkat desa yang transfaran ini diharapkan bisa menciptakan perangkat desa yang lebih kompeten dan bisa menyelamatkan desa dari jurang menuju oligarki. Tulisan ini belumlah semurna namun diharapkan bisa sedikit membuka sudut pandang lain kita tentang potensi masalah di desa.



Penulis: Nalsen Pigi Ridwan

Posting Komentar

0 Komentar