Rethinking Resiliensi dari Perspektif Masyarakat Adat

Artikel ini membahas resiliensi dari perspektif masyarakat adat yang berbeda dengan konsep resiliensi dalam psikologi perkembangan dan psikiatri konvensional. Resiliensi umumnya didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk pulih dari kesulitan. Namun, dalam konteks masyarakat adat, resiliensi mencakup aspek kolektif dan budaya yang lebih luas. Ardikel ini menekankan pentingnya memahami resiliensi dalam konteks sejarah, budaya, dan sosial yang unik dari masyarakat adat. Hal ini karena masyarakat adat menghadapi tantangan yang berbeda dari populasi lainnya.

Resiliensi dalam konteks masyarakat adat di Kanada, seperti Inuit, Métis, Mi’kmaq, dan Mohawk, memiliki konsep resiliensi yang berakar pada budaya mereka. Konsep ini mencakup hubungan yang kuat dengan tanah, komunitas, dan sejarah kolektif mereka. Sejarah kolonialisme dan penindasan politik telah mempengaruhi pandangan mereka tentang resiliensi. Resiliensi dapat diperkuat melalui revitalisasi bahasa dan budaya, serta penguatan identitas kolektif.

Resiliensi dalam masyarakat adat bukanlah proses statis tetapi dinamis, yang melibatkan penyesuaian dan transformasi berkelanjutan. Model resiliensi yang diusulkan dalam artikel ini mencakup faktor-faktor seperti regulasi emosi, adaptasi sosial, dan konsep diri yang ekosentris dan kosmosentris. Resiliensi juga melibatkan proses sosial-ekologis yang kompleks, di mana interaksi antara individu dan komunitas memainkan peran penting.

Kolonialisme memiliki dampak besar terhadap masyarakat adat, termasuk kehilangan tanah, penindasan budaya, dan marginalisasi politik. Meskipun demikian, masyarakat adat telah menunjukkan ketahanan melalui berbagai cara, termasuk perlawanan politik, revitalisasi budaya, dan pengembangan strategi resiliensi yang unik.

Narasi kolektif dan identitas budaya memainkan peran penting dalam resiliensi masyarakat adat. Melalui cerita-cerita dan mitos yang diwariskan secara turun-temurun, masyarakat adat dapat mempertahankan identitas mereka dan memperkuat kohesi sosial. Narasi ini juga membantu individu dan komunitas mengatasi trauma sejarah dan menghadapi tantangan masa kini dengan cara yang bermakna dan berdaya.

Revitalisasi bahasa dan budaya adalah strategi penting untuk memperkuat resiliensi dalam masyarakat adat. Bahasa adat tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai medium untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya dan identitas. Upaya untuk menghidupkan kembali bahasa dan tradisi budaya dapat memperkuat identitas individu dan kolektif, serta membantu proses penyembuhan dari trauma kolonialisme.

Resiliensi dalam masyarakat adat seringkali bersifat komunal dan ekologis, di mana kesejahteraan individu terhubung erat dengan komunitas dan lingkungan alam. Konsep diri yang ekosentris dan kosmosentris menekankan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Pandangan ini membantu masyarakat adat dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan lingkungan mereka, yang pada gilirannya mendukung resiliensi mereka.

Masyarakat adat telah mengembangkan berbagai strategi adaptasi dan transformasi untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Ini termasuk adaptasi terhadap perubahan lingkungan, transformasi sosial, dan penguatan kapasitas kolektif melalui pendidikan, pemberdayaan, dan partisipasi politik. Strategi-strategi ini memungkinkan masyarakat adat untuk terus bertahan dan berkembang meskipun menghadapi berbagai kesulitan.

Pendekatan sosial-ekologis terhadap resiliensi memiliki implikasi penting untuk promosi kesehatan mental, kebijakan, dan praktik klinis. Intervensi yang mempertimbangkan konteks budaya dan sosial masyarakat adat dapat lebih efektif dalam mendukung resiliensi mereka. Artikel ini merekomendasikan integrasi perspektif adat dalam kebijakan kesehatan mental untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat secara keseluruhan.

Artikel ini menyimpulkan bahwa resiliensi dalam masyarakat adat adalah konsep yang kompleks dan berlapis-lapis, yang melibatkan faktor individu, kolektif, dan ekologis. Untuk mendukung resiliensi masyarakat adat, perlu adanya pendekatan yang holistik dan inklusif yang mengakui nilai-nilai budaya, sejarah, dan identitas mereka. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan model resiliensi yang lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat adat.

 

 

 

 

Sumber: https://doi.org/10.1057/s41599-023-01591-4 

Posting Komentar

0 Komentar