Pembangunan Peradaban melalui Inovasi Desa Wisata Bukit Wonopotro

 


Kabupaten Boyolali terkenal dengan kawasan wisata di lereng Gunung Merapi-Merbabu Kecamatan Selo. Perkembangan objek wisatanya pun cukup pesat, baik yang dikelola oleh pemerintah desa (BUMDesa/Pokdarwis) maupun swasta. Ya, kalau di kawasan pegunungan cukup mudah dalam pengembangan tempat wisata karena didukung modal alam yang memang sudah layak untuk dijadikan kawasan wisata.

Kini, kawasan wisata itu sudah tidak lagi didominasi di pegunungan, melainkan pemerintah desa di wilayah “gersang” pun memiliki inovasi pengembangan Desa Wisata. Seperti Pemerintah Desa Blumbang, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Wilayahnya yang berada di Boyolali utara mampu mewujudkan mimpi memiliki kawasan wisata.

Kawasan wisata itu bernama “Desa Wisata Bukit Wonopotro” yang terletak di Dukuh Glagahombo, Desa Blumbang. Jarak dari pusat Pemerintah Kabupaten Boyolali sekitar 50 kilometer atau ditempuh perjalanan darat sekitar 45 menit. Sedangkan dari pusat Pemerintah Kecamatan Klego sekitar empat kilometre atau cukup lima menit perjalanan darat.

Pemandangan alamnya didukung Waduk Bade yang hanya bersebelahan dengan Bukit Wonopotro. Para pengunjung dapat menikmati pemandangan alam Waduk Bade dari tower Bukit Wonopotro. Selain pemandangan alam yang tidak kalah di pegunungan, kawasan wisata tersebut didukung berbagai arena permainan anak (playing ground), di antaranya kotak mandi bola, ayunan, rumah pohon dan lain sebagainya. Aneka satwa menambah destinasi yakni, penangkaran rusa, ular piton, kera ekor panjang, berbagai jenis burung, ayam, dan lain sebagainya.

Konsep awal Pemerintah Desa Blumbang memoles Bukit Wonopotro adalah pusat edukasi, sehingga dilengkapi tim outbond dan spot khusus outbond. Melalui pendampingan dari Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), mimpi itupun terwujud. Berbagai fasilitasi dan pendampingan dilakukan. Di antaranya konsolidasi kader pemberdayaan desa untuk menemukan format yang tepat pengelolaan Desa Wisata Bukit Wonopotro.

Melalui konsolidasi tersebut terbentuklah tim pengelola Desa Wisata. Konsolidasi intensif dilakukan, sehingga berbagai program dapat berjalan. Kebijakan-kebijakan pun dikeluarkan oleh Kepala Desa Blumbang Widayanto sebagai pijakan jalannya program. Yakni pengalokasian Dana Desa untuk akses jalan menuju kawasan wisata, gazebo dan lain sebagainya.

Sumber dana untuk menunjang kawasan wisata juga datang dari PT Pertamina. Berkat pendampingan TPP, Pemerintah Desa Blumbang, BUMDesa Cipta Bersama Desa Blumbang berhasil menjalin kerjasama kemitraan dengan PT Pertamina. Memanfaatkan pendampingan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Kemitraan yang sudah berlangsung lima tahun tersebut sangat mendukung terwujudnya Desa Wisata Bukit Wonopotro. Dana CSR Pertamina digunakan untuk peningkatan kapasitas pengelola kawasan wisata, pembuatan taman terbuka hijau dan lain sebagainya.

Awalnya kawasan Bukit Wonopotro adalah sebuah bumi perkemahan yang dibangun di era Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. Bangunan-bangunannya pun masih ada, di antaranya pendapa, menara pandang, gapura masuk kawasan, musala, toilet dan sarana air bersih.

Kawasan itu oleh pemerintah desa dikembangkan menjadi sebuah tempat wisata yang layak untuk “dijual” sehingga dapat menambah pendapatan asli desa (PAD). Berbagai elemen tergabung dalam mewujudkan mimpi Desa Wisata ini. Yakni, tokoh masyarakat desa setempat, perusahaan, TPP Kemendesa PDTT, Pemerintah Kabupaten Boyolali, dan unsur lainnya. Pemerintah Kabupaten Boyolali kini sudah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Bupati Boyolali Desa Wisata Bukit Wonopotro kategori rintisan.

Berbekal SK Desa Wisata tersebut, pemerintah desa lebih luas dalam menjalin kerjasama dan akses bantuan pengembangan kawasan wisata. SK Desa Wisata ini pun membantu pengelola untuk mengasah kemampuan dalam pengelolaan desa wisata. Misalnya mereka mendapat undangan dari berbagai lembaga dengan agenda peningkatan kapasitas dan studi banding ke berbagai daerah yang memiliki potensi kawasan wisata maju.

Perkembangan terkini Desa Wisata Bukit Wonopotro cukup pesat. Pengelola menjalin kerjasama dengan penyedia kereta kelinci dari berbagai daerah untuk menarik pengunjung ke Bukit Wonopotro. Hasil dari kunjungan wisatawan itu, pengelola kini sudah menghasilkan pendapatan Rp 3 juta sampai Rp 5 juta per bulan. Bahkan jika musim liburan, pengelola menghasilkan pendapatan mencapai Rp 10 juta per bulan.

Pengelolaan kawasan wisata ini tidak terlepas dari kegigihan manajemen Kepala Desa Blumbang Widayanto dan perangkat desa mengkonsolidasikan dengan tokoh masyarakat. Peran kepala desa dalam mewujudkan mimpi ini tidak hanya sekedar mengkonsolidasikan berbagai elemen tersebut. Melainkan kepala desa terjun langsung ke lapangan menjadi pioner gerakan membangun kawasan wisata.

Ketika berbincang lepas di kantor desa, Kepala Desa Blumbang Widayanto menjelaskan bahwa ikut menanam pohon di kawasan pengembangan wisata Bukit Wonopotro. Kemudian ikut membersihkan rumput liar, menyirami taman kawasan wisata dan bahkan sampai memberi makan reptil yang ada di kawasan wisata.

Langkah itu dilakukan Widayanto sebagai bentuk tanggung jawab membangun sebuah peradaban selama menjabat sebagai kepala desa. Prinsip yang dibangun Widayanto adalah bukti seorang pempimpin wilayah memiliki bekas yang dapat dijadikan cerita anak cucu kelak. Bekas pembangunan tidak hanya jalan, talud sawah, membangun jembatan, tapi bentuk pembangunan yang inovatif. Salah satunya membangun kawasan wisata Desa Wisata Bukit Wonopotro.

Prinsip Kades Widayanto dalam membangun desa tidak hanya profit (pendapatan material) tapi juga benefit, berdampak luas bagi masyarakat. Kawasan wisata layak dikunjungi wisatawan dan juga membangkitkan perekonomian masyarakat dengan menarik pedagang kaki lima untuk berjualan. Multiplayer efek lainnya adalah menyerap tenaga kerja, seperti tukang parkir, tukang kebun, pemandu wisata dan lain sebagainya.

Konsep yang dikembangkan adalah edukasi ekowisata, selain berbagai jenis hewan, juga ada berbagai jenis tanaman obat, berbagai jenis reptile, dan penangkaran rusa. Selain PT Pertamina, pendampingan dari kawasan wisata ini juga datang dari BKSDA, pengelola Solo Zoo dan lain sebagainya. Kawasan ini menjadi daya tarik masyarakat dan pemerintah kabupaten. Bahkan dalam beberapa kegiatan di Desa Wisata Bukit Wonopotro dihadiri pejabat kabupaten Boyolali dan Provinsi Jawa Tengah.

Desa Wisata Bukit Wonopotro memiliki kekhasan kuliner, yakni sate/tongseng. Penduduk Desa Glagahombo Desa Blumbang yang mayoritas sebagai pedagang sate di Jakarta, Jawa Barat dan kota-kota besar lainnya. Namun, sebagian masyarakat juga membuka kuliner di sekitaran kawasan wisata.

Desa Wisata Bukit Wonopotro terletak di Dukuh Glagahombo, Desa Blumbang Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Sesuai cerita rakyat, Desa Blumbang dulunya adalah hutan belantara. Di mana banyak hewan-hewan seperti badak (warak) yang menghuni di tengah-tengah hutan.

Lantas banyak genangan-genangan air (blumbangan-blumbangan) yang biasanya digunakan untuk mandi atau nggupak hewan-hewan badak tersebut. Sehingga tidak heran di daerah itu banyak blumbangan (genangan). Sebab, sebelum ada penghuni manusia, hutan tersebut dihuni badak yang sehari-hari makan dan berendam di kubangan-kubangan, sehingga wilayah tersebut dinamakan Desa Blumbang.

Menilik sejarahnya, wilayah Desa Blumbang dulunya menjadi kawasan medan perang. Baik pada masa penjajahan Belanda, Jepang, maupun perang Diponegoro. Kala itu, wilayah tersebut masih hutan belantara. Lokasinya perbukitan banyak dihuni hewan, seperti badak, ular, dan lain sebagainya. Nah, saat perang Diponegoro meletus, ada sekelompok orang yang melarikan diri dari luar daerah. Mereka datang dari wilayah selatan pulau Jawa. Di antara mereka bersembunyi ke hutan di sebuah kawasan yang sekarang Desa Blumbang.

Bukit Wonopotro adalah sebuah lokasi atau kawasan wisata alternatif bernafaskan alam. Desa Wisata ini dikemas oleh pemerintah desa dengan wisata edukasi. Sebab di dalamnya ada penangkaran rusa dan sejumlah hewan reptile lainnya. Oleh pemerintah desa, kawasan wisata ini dijadikan wisata terpadu. Mengambil konsep wisata alam, edukasi, dan atraksi.

Konsep atraksi ini nanti, mengelola grup kesenian budaya di Desa Blumbang. Para seniman desa ini nanti ditampilkan di setiap acara yang sudah teragendakan di Desa Wisata Bukit Wonopotro Desa Blumbang. Selain konsep atraksi, juga ada konsep kuliner. Warga sekitar kini sudah dikoordinasi untuk bisa menyajikan menu sate tongseng setiap acara digelar di Bukit Wonopotro.

Di simpang empat Dukuh Glagahombo terdapat sebuah Monumen Sate Tongseng berdiri megah. Monumen itu sebagai simbol bahwa warga setempat mayoritas membidangi wirausaha sate tongseng dan kini cukup moncer. Sebab, usahanya sebagai tukang satu dan tongseng di perantauannya sejak tahun 1960-an masih bertahan hingga sekarang secara turun- temurun.

Sebagai simbol ikon Kampung Sate dan Tongseng, oleh warga dibangun tugu Sate Tongseng di simpang empat Dukuh Glagahombo. Monumen itu berupa sebuah patung Semar dan Gareng. Di depannya terdapat pikulan yang biasa digunakan untuk jualan makanan keliling. Sang Semar mengacungkan jempol tangan kanannya. Sementara Gareng, tangannya memegang piring dan sate.

Monumen ini diresmikan oleh Bupati Boyolali, Seno Samodro pada 11 September 2010. Monumen ini merupakan hasil karya masyarakat setempat. Dananya berasal dari iuran warga. Pembangunannya menghabiskan dana Rp 150 juta.

Adanya monumen ini bukan tanpa alasan. Tugu kebanggaan ini adalah representasi masyarakatnya yang mayoritas warga dari dukuh ini berprofesi sebagai penjual sate dan tongseng. Profesi sebagai penjual sate dan tongseng menjadi berkah tersendiri bagi warganya. Dulunya, warga mengandalkan hidup dari bercocok tanam saja dan sangat susah. Sekarang mereka umumnya berjualan sate tongseng sembari tetap bertani.

Jumlah warga yang jualan sate dan tongseng ini mencapai ribuan. Mereka berdagang sate dan tongseng yang tersebar di berbagai wilayah seperti di Boyolali, Soloraya hingga ke Jakarta, Sumatra dan Kalimantan. Jualan sate dan tongseng ini dirintis kali pertama oleh warga bernama Mbah Jumiran tahun 1960-an. Warga asli Klego ini merintis usaha ini di Jakarta. Usahanya terus berkembang dan menular ke anaknya yang berjualan di Solo. Kesuksesan yang diraih Jumiran ini akhirnya diikuti oleh saudara dan warga lainnya.

Di wilayah Jabodetabek ada sekitar 500 kios sate dan tongseng. Sedangkan penjualnya ada sekitar 1.000 orang termasuk yang masih jualan keliling. Kesuksesan jejaknya dalam berjualan sate dan tongseng ini diikuti warga lain asal Blumbang, Klego. Oleh karena itu, sebagai wujud kebanggaan ini, warga kemudian membangun monumen sate tongseng.

Untuk mempertahankan ikon tersebut, warga yang digerakkan pemerintah desa setempat bakal membikin sebuah event yang spektakuler. Yakni pemecahan rekor MURI bakar sate terpanjang. Masyarakat, terlebih yang merantau di Jakarta, pulang kampung untuk bisa memeriahkan acara tersebut.

Masa kepemimpinan Kepala Desa Blumbang Periode 2019-2025, Widayanto, berusaha total mewujudkan pembangunan, baik fisik maupun non-fisik untuk meneruskan cita-cita pendahulu. Hal ini menjadi visi dan misinya yakni “Terwujudnya Masyarakat Desa yang Mandiri dan Lestari melalui Pemerintah yang Efektif dan Demokratif”.

Visi dan misi ini sebagai dasar mewujudkan aparatur pemerintah desa yang berwibawa berfungsi sebagai pelayan masyarakat yang profesional, serta meningkatkan inisiatif kerja dalam merencanakan pembangunan, pembinaan masyarakat dan pemberdayaan. Meningkatkan pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, kawasan permukiman, kehutanan dan lingkungan hidup, perhubungan, komunikasi dan informatika.

Kebijakan pembangunan merupakan pedoman dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan desa. Pada kepemimpinan Kepala Desa Widayanto, Desa Blumbang Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali kini tengah menyusun RPJMDes Tahun 2019 – 2025. Dalam melaksanakan program pembangunan itu, memuat misi yang akan dijalankan, yakni misi pertama yakni “Mewujudkan aparatur pemerintah desa yang berwibawa berfungsi sebagai pelayan masyarakat yang professional, serta meningkatkan inisiatif kerja dalam merencanakan pembangunan, pembinaan masyarakat dan pemberdayaan”.

Arah Kebijakan Pembangunan yang akan dilaksanakan untuk mencapai misi ini antara lain, meningkatkan disiplin kerja bagi aparat pemerintah desa, meningkatkan dan mewjudkan pengelolaan dan pelayanan administrasi kependudukan, pencatatan sipil, statistik dan kearsipan. Meningkatkan penyelenggaraan tata praja pemerintahan, perencanaan, keuangan, dan pelaporan. Kemudian meningkatkan tata kelola asset-aset desa.

Misi kedua yakni :Meningkatkan pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, kawasan permukiman, kehutanan dan lingkungan hidup, perhubungan, komunikasi dan informatika”. Arah kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan untuk mencapai misi ini antara lain, meningkatkan pelayanan bidang pendidikan, meningkatkan pelayanan bidang kesehatan, meningkatkan pemeliharaan, pembangunan, rehabilitasi dan peningkatan dalam bidang pekerjaan umum dan penataan ruang.

Kemudian meningkatkan pemeliharaan pembangunan, rehabilitasi, peningkatan kawasan pemukiman, meningkatkan pengelolaan dan pelestarian kehutanan dan lingkungan hidup. Berikutnya meningkatkan bidang perhubungan, komunikasi, dan informatika, meningkatkan energy dan sumber daya mineral. Kemudian meningkatkan pengembangan pariwisata.

Misi ketiga “Meningkatkan pembinaan kepada lembaga kemasyarakatan, pemuda dan olahraga dan karang taruna, organisasi perempuan, kesenian sosial budaya, kerukunan umat beragama, lembaga adat, dan anak usia dini”. Arah kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan untuk mencapai misi ini antara lain, meningkatkan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, meningkatkan pembinaan kebudayaan dan keagamaan. Kemudian meningkatkan pengembangan bakat kepemudaan dan olahraga, meningkatkan kelembagaan masyarakat desa.

Misi keempat yakni “Meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa dalam bidang perikanan, pertanian dan peternakan, peningkatan kapasitas aparatur desa, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga”. Arah kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan untuk mencapai misi ini antara lain, meningkatkan bidang perikanan, meningkatkan bidang pertanian dan peternakan. Kemudian tercapainya peningkatan kapasitas aparatur desa, meningkatkan pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga. Berikutnya meningkatkan bidang koperasi, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), meningkatkan dukungan penanaman modal, meningkatkan perdagangan dan perindustrian.

Misi kelima yakni “Meningkatkan penanggulangan bencana darurat dan mendesak di desa”. Arah kebijakan pembangunan yang akan dilaksanakan untuk mencapai misi ini antara lain, meningkatkan penanggulangan bencana, menanggulangi keadaan darurat dan menanggulangi keadaan mendesak.

Sebagai penutup dari tulisan ini bahwa Kepala Desa Blumbang Widayanto sudah menjalankan sebagian besar visi misi dan arah kebijakan di tengah periode jabatannya. Mewujudkan ruang terbuka hijau berupa kawasan wisata sudah berjalan dan berdampak pada profit dan benefit yang dirasakan masyarakat dan pengelola. Pemerintah desa melalui pendapatan asli desa (PAD) bersumber dari kawasan wisata juga mulai masuk. Ke depannya, pengelolaan Desa Wisata Bukit Wonopotro menuju digitalisasi kawasan. Mulai promosi dan fasilitas di objek wisata berbasis digital.

 

 

 

Penulis: Gunawan, S.Sos.I (Pendamping Desa Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali)

Posting Komentar

0 Komentar