Pemberdayaan perempuan melalui olahraga, menyoroti pentingnya mengatasi hambatan berbasis gender dalam lingkungan olahraga dan perlunya program yang disesuaikan dan inklusif. Program yang dirancang untuk memberdayakan perempuan harus mempertimbangkan preferensi individu, dukungan sosial, dan makna budaya. Artikel ini memiliki implikasi penting bagi organisasi komunitas, profesional medis, dan pembuat kebijakan dalam merancang intervensi yang efektif untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam aktivitas fisik dan memberdayakan mereka melalui olahraga.
Artikel ini menggunakan pendekatan metode campuran (mixed-methods) dengan desain eksplanatori sekuensial dengan melibatkan 298 responden survei dan 11 partisipan wawancara dari Padang, Sumatra Barat, Indonesia. Teori utama yang mendasari penelitian ini adalah Teori Pemberdayaan (Empowerment Theory) yang dikembangkan oleh Perkins dan Zimmerman (1995). Teori ini menjadi kerangka analisis untuk memahami bagaimana pemberdayaan terjadi pada berbagai tingkatan, yaitu individu, interpersonal, dan komunitas.
Pada tingkat individu, pemberdayaan melibatkan peningkatan kontrol pribadi, rasa percaya diri, dan efikasi diri. Individu merasa memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang mempengaruhi hidup mereka secara positif. Selanjutnya, pada tingkat interpersonal, pemberdayaan terjadi dalam hubungan sosial. Dukungan sosial dan interaksi dengan orang lain memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan diri dan kemampuan untuk bertindak. Pada tingkat komunitas, pemberdayaan melibatkan perubahan dalam struktur sosial yang memungkinkan komunitas untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama, menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi aktif dan inklusif.
Implementasi dan Implikasi
Pemberdayaan menurut Perkins dan Zimmerman adalah proses di mana individu memperoleh kendali atas kehidupan mereka, memahami lingkungan mereka dengan kritis, dan mampu bertindak untuk mempengaruhinya. Ini bukan hanya hasil akhir tetapi juga proses dinamis yang melibatkan aspek kognitif, emosional, dan perilaku.
Dalam konteks penelitian ini, efikasi diri (self-efficacy) adalah keyakinan individu terhadap kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik. Tingkat efikasi diri yang tinggi pada peserta penelitian menunjukkan bahwa mereka merasa mampu mengatasi hambatan untuk berolahraga, yang merupakan indikator penting dari pemberdayaan individu. Penelitian ini menemukan bahwa hambatan berbasis gender, seperti norma-norma budaya yang membatasi partisipasi perempuan dalam olahraga, merupakan tantangan signifikan. Mengatasi hambatan ini adalah bagian dari proses pemberdayaan, di mana perempuan perlu didukung untuk menembus batasan-batasan ini dan mengklaim ruang mereka dalam aktivitas fisik. Dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman memainkan peran penting dalam pemberdayaan perempuan melalui aktivitas fisik. Penelitian ini menunjukkan bahwa kenikmatan dalam berolahraga, yang diperoleh dari dukungan sosial dan makna budaya, memperkuat rasa pemberdayaan.
Teori pemberdayaan menekankan pentingnya program yang disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi individu. Program olahraga harus dirancang untuk inklusif dan mempertimbangkan hambatan berbasis gender, menyediakan lingkungan yang mendukung partisipasi perempuan. Aktivitas fisik tidak hanya memberikan manfaat kesehatan fisik tetapi juga memainkan peran penting dalam memberdayakan individu dan komunitas. Program yang dirancang dengan baik dapat membantu perempuan merasa lebih berdaya, meningkatkan efikasi diri mereka, dan mendorong partisipasi aktif dalam masyarakat.
Pada tingkat komunitas, pemberdayaan melalui aktivitas fisik dapat menyebabkan perubahan sosial yang lebih luas. Ketika perempuan merasa lebih berdaya, mereka lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam kegiatan komunitas dan mempengaruhi perubahan dalam norma-norma sosial yang mendukung kesetaraan gender.
Kesimpulan
Teori Pemberdayaan oleh Perkins dan Zimmerman memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memahami bagaimana individu dapat memperoleh kendali atas kehidupan mereka melalui proses kognitif, emosional, dan perilaku. Dalam konteks penelitian ini, teori ini digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana aktivitas fisik dapat memberdayakan perempuan di Padang, dengan mengatasi hambatan berbasis gender dan memanfaatkan dukungan sosial serta makna budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan melalui olahraga dapat memberikan manfaat yang luas, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi komunitas secara keseluruhan.
Sumber: https://doi.org/10.47197/retos.v58.106803 (Q2)
0 Komentar