Di suatu sudut pedesaan yang tersembunyi dari hiruk-pikuk modernitas, sebuah perjuangan menarik terjadi. Saat fajar menyingsing, aroma harum tanah basah bergabung dengan nyanyian burung-burung yang merdu, menciptakan suasana yang begitu tenang di Desa Banyukapah. Namun, di balik keindahan alam ini, sebuah perang diam-diam bergulir di antara generasi, mempertanyakan apakah tradisi bisa tetap bertahan di tengah lonjakan teknologi yang semakin mendominasi.
Di tengah cahaya lampu
LED yang bersaing dengan gemerlap bintang, terjadi perbenturan antara akar
sejarah dan pohon kemajuan yang tak terelakkan. Ini adalah kisah tentang Desa
Banyukapah, tempat di mana jejak tradisi dan jejak digital saling berhadapan,
menciptakan perpaduan yang tak terduga.
Salah satu tokoh yang
sangat menentang pengaruh teknologi modern di desa adalah Siti, seorang ibu
rumah tangga berusia 45 tahun. Dia merasa khawatir dengan perubahan yang sedang
terjadi di Desa Banyukapah.
“Kami telah hidup selama
ini dengan nilai-nilai tradisi yang telah dianut oleh leluhur kami”, ujarnya
dengan suara penuh emosi saat kami duduk bersamanya di bawah pohon beringin
tua. “Sekarang, dengan semua gadget ini, anak-anak muda kita lupa bagaimana cara
berinteraksi dengan alam dan menjalani kehidupan desa yang sebenarnya”.
Konflik antara tradisi dan
modernitas menjadi lebih jelas ketika pada Tahun 2016 Imam Sahroni Darmawan,
Pendamping Lokal Desa Banyukapah datang dengan banyak ide-ide modern, berbicara
dalam pertemuan komunitas. Dia berbicara tentang pentingnya mengadopsi
teknologi pertanian terbaru untuk meningkatkan hasil panen dan meningkatkan
kehidupan di desa. Pandangannya bertentangan dengan pandangan Siti, dan ini
menciptakan ketegangan yang bisa dirasakan dalam balai desa.
Namun, konflik ini juga
telah menciptakan dampak yang lebih dalam. Beberapa penduduk muda mulai merasa
dihadapkan pada dilema antara tradisi dan aspirasi pribadi mereka. Mereka
merasa terjebak antara memenuhi harapan keluarga mereka untuk menjaga tradisi
dan dorongan untuk mengejar kesuksesan dalam era modern. Ini telah menimbulkan
perasaan bingung dan kebingungan psikologis di kalangan mereka.
Sebaliknya, ada penduduk
desa seperti Pak Budi, seorang petani setempat. Dia baru-baru ini mengikuti
pelatihan teknologi pertanian modern dan telah berhasil menggabungkan
pengetahuan tradisionalnya tentang pertanian dengan teknologi baru. Menurutnya,
“Teknologi pertanian baru membantu saya meningkatkan hasil panen. Namun, saya
tetap menggunakan cara tradisional dalam beberapa aspek, seperti pemilihan
benih. Kombinasi keduanya membuat hasil saya lebih optimal”.
Desa Banyukapah memang
bukan desa sembarangan. Terletak di lembah yang subur, desa ini dikelilingi
oleh hamparan sawah hijau yang membentang seluas mata memandang dan hutan
rimbun yang menjadi saksi bisu perkembangan zaman. Generasi demi generasi,
penduduknya tumbuh dan berkembang bersama alam, menjadikan tradisi sebagai
pedoman hidup dan alam sebagai sahabat sejati.
Dekapan angin sejuk pagi
yang menghembus lembut seringkali diiringi dengan irama gending-gending
tradisional. Tepat di pusat desa, ada sebuah balai yang menjadi pusat kegiatan
masyarakat. Di sini, para lansia berkumpul bercerita tentang legenda desa,
sementara anak-anak muda belajar menari dan memainkan gamelan. Tradisi ini
telah berlangsung turun-temurun, menjadi jantung kehidupan sosial mereka.
Namun, angin perubahan
mulai bertiup beberapa tahun terakhir. Di pinggiran desa, menara telekomunikasi
menjulang tinggi, memberikan sinyal kuat bagi perangkat-perangkat modern.
Sekolah-sekolah baru dibangun, dilengkapi dengan perpustakaan digital dan laboratorium
komputer. Banyak anak muda Desa Banyukapah yang kini melanjutkan studi ke
kota-kota besar, membawa pulang ilmu dan teknologi.
Ibu Kartini, dengan sorot
mata yang mendalam, mengenang masa kecilnya. "Dulu, kami bermain petak
umpet di sawah dan berenang di sungai. Kini, anak cucuku lebih suka bermain
video game dan belajar online," katanya dengan nada lirih. Namun, dibalik
nada rindunya, ada kebanggaan. Kebanggaan melihat desanya mampu beradaptasi,
menjaga tradisi sambil merangkul kemajuan.
Meskipun kemajuan teknologi
telah mempengaruhi cara hidup masyarakat Desa Banyukapah, mereka tetap menjaga
nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para leluhur mereka. Setiap 4
bulan, komunitas muda desa mengadakan kelas menganyam daun pohon lontar,
menggabungkan pengetahuan modern dengan keterampilan tradisional.
Pada suatu hari yang cerah,
sebuah acara digelar di balai desa. Layar proyektor dipasang, menampilkan
gambar-gambar lama Desa Banyukapah. Di sisi lain, terdapat stan yang
menampilkan inovasi-inovasi teknologi pertanian. Ini adalah simbol persatuan
antara masa lalu dan masa depan, antara tradisi dan inovasi.
Desa Banyukapah telah
menunjukkan bahwa tradisi dan kemajuan bukanlah dua hal yang berlawanan.
Keduanya bisa berjalan beriringan, saling melengkapi. Di persimpangan jalan
ini, Desa Banyukapah memilih untuk maju tanpa melupakan akarnya. Sebuah
pelajaran berharga bagi kita semua.
Dalam konteks nasional,
perubahan serupa dalam kehidupan pedesaan dan perkembangan teknologi juga
terjadi di seluruh Indonesia. Desa Banyukapah adalah representasi dari
tantangan yang dihadapi oleh banyak komunitas pedesaan dalam menjaga identitas
budaya mereka di era digital.
Desa Banyukapah bukanlah
sekadar tempat tinggal bagi para penduduknya, melainkan simbol resistensi dan
adaptasi. Dalam menghadapi laju kemajuan yang pesat, desa ini telah menunjukkan
bahwa tradisi dan modernitas bukanlah dua hal yang berlawanan, melainkan dua
elemen yang bisa berdampingan, saling melengkapi.
Dalam perjalanannya, Desa
Banyukapah telah memeluk teknologi, namun dengan bijak. Mereka memastikan bahwa
setiap aspek modern yang diterima tidak mengikis nilai-nilai tradisional yang
telah dianut selama berabad-abad. Seperti gamelan yang berdentang di tengah
bunyi notifikasi ponsel, atau aroma tanah basah setelah hujan yang bercampur
dengan aroma kopi instan, Banyukapah adalah perpaduan harmonis antara masa lalu
dan masa kini.
Namun, perubahan yang
terjadi di Desa Banyukapah juga mencerminkan perubahan budaya yang lebih besar
di seluruh Indonesia. Di era globalisasi ini, masyarakat di berbagai daerah
menghadapi tantangan serupa dalam mempertahankan identitas budaya mereka sambil
merangkul inovasi teknologi. Desa Banyukapah adalah satu contoh nyata bagaimana
masyarakat pedesaan dapat menjadi pelaku utama dalam menjaga tradisi, dan
sekaligus mampu mengintegrasikan elemen-elemen modern dalam kehidupan mereka.
Sebagai Pendamping Lokal
Desa yang sering berkunjung kesana, saya terinspirasi oleh kekuatan komunitas
ini dalam menjaga identitas mereka. Mereka mengajarkan kepada saya bahwa
kemajuan sejati bukanlah tentang melupakan akar kita, melainkan tentang memahami
bagaimana akar tersebut dapat memberi nutrisi bagi pohon yang terus tumbuh dan
berkembang.
Dalam dunia yang serba
cepat ini, kisah Desa Banyukapah menjadi pengingat bahwa ada kekuatan dalam
kesederhanaan, dan bahwa di antara persimpangan jalan antara tradisi dan
kemajuan, ada sebuah jalur tengah di mana kita semua dapat berjalan dengan
bangga.
Penulis: Imam Sahroni Darmawan
0 Komentar