“Dua
tahun lulus dari universitas masih belum dapat kerja juga” gumam Ayu di dalam
hati. Dengan menarik nafas panjang Ayu sadar bahwa predikat sarjana tidak
menjamin dirinya untuk langsung bisa mencapai harapannya. Ayu Rahman Putri
lulusan terbaik di salah satu Universitas unggulan Kota Palangkaraya. Dengan
beasiswa penuh, Ayu bekerja keras untuk menyelesaikan studinya. Setelah lulus
Ayu berusaha mencari kesana kemari lowongan pekerjaan. Walaupun tidak sesuai
jurusan, dia masih berharap mendapatkannya.
“Bapak
dan Ibu pasti sedih kalau tahun ini Ayu masih belum dapat pekerjaan!” ucap Ayu
di dalam kamarnya sambil mengelus kepala seekor kucing putih hitam yang sangat
gemuk. ”Buka usaha mustahil, terlalu banyak resiko dan Ayu juga belum ada
modal. Bapak sudah cukup tua, Ayu harus dapat pekerjaan tahun ini agar sedikit
bisa membantu bapak.” gumam Ayu penuh tekad yang mulai semangat lagi. “Ayuuu...
bantu ibu di dapur ndoo” teriakan ibu terdengar dari dapur. Mendengar suara
ibunya, Ayu langsung menghampiri dan membantu ibunya. Aktivitas Ayu selama dua
tahun selain mencari pekerjaan juga membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah
tangga dan menjaga kedua adik perempuannya yang masih kecil.
Langit
pagi tampak sangat cerah. Setelah menyelesaikan tugas rumahnya, Ayu mulai
bersiap- siap. Dengan mengambil tas selempang coklatnya, Ayu bergegas menuju
balai desa yang hanya memakan waktu lima menit dari rumahnya dengan berjalan
kaki. Ayu di undang untuk menghadiri musyawarah desa perencanaan sebagai
perwakilan Karang Taruna desa. Ayu dan undangan yang mengikuti musyawarah hari
ini berusaha untuk menyampaikan aspirasinya agar dapat memberikan kemajuan bagi
desa. Di dalam sambutannya, Pendamping Lokal Desa Jaya Makmur meyampaikan bahwa
Kementerian Desa mengadakan rekrutmen untuk tenaga pendamping professional
tahun ini, mendengar itu Ayu merasa sedikit tertarik.
“Bangun.....Bangun!”
terdengar suara bapak membangunkan ketiga putrinya tepat jam tiga lewat tiga
puluh menit pagi. Dengan posisi duduk diatas kasurnya, Ayu merasakan dirinya
berada di atas hembusan ombak yang mengayun lembut, merayunya untuk kembali ke
alam mimpi. Namun dengan sedikit terpaksa Ayu turun dari kasurnya dan segera
menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri serta mengusir kantuknya subuh itu.
Ayu membangunkan adiknya untuk bersiap dan melaksanakan sholat subuh secara
bergantian. Rumah Ayu cukup kecil, keluarganya termasuk kedalam daftar Rumah
Tangga Miskin di Desa Jaya Makmur.
Makan
siang sederhana telah tersedia, ibu meminta anak-anaknya untuk menata makanan
yang telah disiapakan agar mereka semua bisa makan bersama. Bapak Ayu adalah
seorang buruh bangunan, ketika bekerja bapak Ayu selalu makan bekal yang ia
bawa. Setelah semua pekerjaan dirumah selesai, Ayu pamit kepada ibunya untuk
menemui sahabatnya di desa tetangga. “Wahhh, baru muncul nih batang hidungnya.”
Lana menyapa Ayu sambil menghampirinya. ”Tumben ke rumah?”. “Gini Lan, aku
kemaren mendengar ada rekrutmen pendamping desa. Jadi aku kesini mau bertanya
betul atau tidak. Mungkin aja kamu tahu!” ucap Ayu kepada sahabatnya, Ayu tahu
bahwa Lana adalah pekerja honor di Dinas Pemberdayaan dan Masyarakat Desa di
kota mereka.
“Oh,
begini Yu. Aku tidak bisa memastikan jawabannya, tapi besok kuusahan untuk
bertanya di kantor. Kalau sudah ada jawabannya, nanti ku kabari lewat sms yaa!”.
“Oke siap” Ayu merasa sedikit lega. Ayu menghabiskan waktu siangnya dengan
kicauan ramah sang sahabat yang cukup lama tidak ditemuinya itu. “Ayu, memang
ada rekrutmen pendamping desa. Ini aku kirim linknya, kamu cek sendiri saja”
kabar yang ditunggu Ayu satu hari yang lalu mulai membangkitkan kebingungannya
kembali. Tapi dengan sigap Ayu menepis hal tersebut. Ayu berusaha dengan sekuat
tenaga dari belajar hal baru sampai mencoba hal yang baru. Dengan usaha yang
besar, Ayu akhirnya diterima sebagai Pendamping Lokal Desa dengan tiga desa
dampingan.
“Saya
Adi Daya Guna!” kata seorang bapak paruh baya menyapa Ayu di Rapat Koordinasi
Pendamping se Kabupaten pertamanya. “Saya Pendamping Desa di Kecamatan Lokasi
tugas kamu, semoga bisa berkerja sama dengan baik dan mohon bantuannya nanti.
Soalnya salah satu desa di dampingan kamu masih tertinggal, potensinya bagus
cuman perlu dorongan ekstra untuk mencapai perubahan yang di harapkan”
lanjutnya dengan tegas. “Wah, salam kenal pak. Saya Ayu Rahman Putri, bapak
bisa panggil saya Ayu. Sebenarnya saya perlu banyak belajar pak dan mohon
bantuannya serta arahannya juga” ucap Ayu dengan ramah.
Rapat
koordinasi berjalan dengan lancar, Ayu sudah mengenal rekan kerja satu
wilayahnya. Sebenarnya di lokasi tersebut telah ditempatkan dua pendamping
lokal desa karena jumlah desa di kecamatan tersebut adalah tujuh desa. Namun
dengan berbagai alasan satu pendamping lokal desa di kecamatan itu mengundurkan
diri. Akhirnya hanya ada Ayu dan Bapak Adi Daya Guna di kecamatan tersebut, Ayu
harus mandiri untuk beradaptasi di tiga desa dampingannya karena Bapak Adi akan
menangani keempat desa yang memiliki kekosongan pendamping lokal desa tersebut.
Keesokan
harinya setelah rapat koordinasi Ayu mulai mengunjungi desa dampingannya.
Dimulai dari desa Sumber Berkah lalu ke desa Karya Bersama. Walaupun sedikit
pasif Ayu berkoordinasi dan mengenalkan diri kepada pemerintah desa dengan
cukup lancar. “Huhh! Akhirnya satu desa lagi. Dengar-dengar dari pak Adi, Desa
Damai Betuah ini cukup memprihantinkan dari jalan sampai kondisi
pemerintahannya” bisik Ayu di dalam hati. “Apa aku bisa ya?” Ayu mulai
meragukan dirinya, namun dengan secepat kilat meyakinkan dirinya kembali.
Ayu
memulai perjalanannya menuju Desa Damai Betuah, Ayu mulai kesusahan dengan
kondisi jalan yang cukup basah dan becek. Dengan sepeda motornya, Ayu perlahan
menyelesaikan perjalanannya. Tibalah ia di perbatasan desa dan kondisi desa
cukup sepi, Ayu melanjutkan perjalanan menuju kantor desa. “Kenapa sepi ya? Apa
hari ini pemerintah desanya sedang libur?” gumam Ayu di dalam hati. “Permisi
pak, pemdesnya tidak berkantor ya hari ini?” tanya Ayu kepada bapak-bapak
berperawakan kecil yang sedang santai diteras rumahnya tepat diseberang jalan
dari kantor desa. “Jarang mba, kalau mau ketemu coba cari di rumah Pak Kades
saja. Siapa tahu ada orangnya” jawab bapak-bapak tersebut. “Mba putar balik
aja, ada rumah beton disebelah masjid, depannya ada sumur” lanjutnya memberi
petunjuk.
“Assalamualikum” Ayu berusaha mencari tahu
apakah ada orang dirumah. “Walaikumsalam” jawaban setelah lima menit menunggu,
seorang wanita dengan memakai mukenanya membukakan pintu. “Mohon maaf bu
mengganggu, saya Ayu pendamping lokal desa yang baru mau koordinasi. Bapak Kepala
Desanya ada?” tanya Ayu ramah. “Ada, silahkan masuk dan silakahkan duduk. Saya
panggilkan bapaknya dulu!”. Dengan cepat ibu tersebut masuk kembali dan tanpa
berselang lama seorang bapak-bapak berperawakan tnggi besar datang menghampiri.
“Saya
Suradi!”, Perkenalan singkat sambil berusaha menjabat tangan. “Saya Ayu pak,
pendamping lokal desa yang baru di Desa Damai Betuah ini” dengan berdiri dan
menjabat tangan Kepala Desa tersebut. “Oh iya, bagaimana bu? Ada yang bisa saya
bantu?” tanya Pak Suradi kepada Ayu. “Iya begini pak, saya hanya ingin
berkoordinasi dan memperkenalkan diri kepada pemerintah desa. Tapi tadi saya ke
kantor desa dan satu pun tidak ada yang berkantor?” Kenapa pak? Memang libur
atau bagaimana?” tanya Ayu dengan ramah. “Kita memang jarang atau hampir tidak
pernah ngantor bu, Desa ini juga jauh dipelosok bu, palingan kalau ada kegiatan
kita di kantor bu. Setelah itu dirumah masing-masing, kalaupun ada masyarakat
yang perlu bantuan kelengkapan administrasi kalau kerumah bapak sekretaris ya
ke rumah saya bu” Kata bapak kepala desa.
Ayu
menghabiskan waktu cukup lama mendengarkan permasalahan-permasalahan yang
disampaikan Kepala Desa kepadanya. Sebenarnya Pak Adi juga menggambarkan secara
garis besar tentang kondisi desa tersebut. Namun Ayu tidak pernah berpikir
bahwa kenyataan dilapangan lebih memprihatinkan lagi.
Sudah
lebih satu bulan Ayu bekerja sebagai pendamping lokal desa, walaupun jarak yang
di tempuh memakan waktu lebih dari satu jam, Ayu masih sangat mensyukuri dan
bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Dua desa dampingan Ayu yaitu Desa
Sumber Berkah lalu ke Desa Karya Bersama termasuk desa yang bisa di bilang
bagus atau minimal masih bisa melayani serta beroperasi selayaknya pemerintahan
desa. Namun seperti yang dikatakan Pak Adi sebelumnya Desa Damai Betuah
membutuhkan perhatian yang sangat ekstra. Akhirnya Ayu mulai menyusun target
perencanaan untuk pengembangan dan kemajuan Desa Damai Betuah.
“Walaupun
rencana ini membutuhkan waktu yang tidak singkat, tapi aku harus yakin pasti
bisa. Pasti ada celah untuk sebuah kemajuan!” ucap Ayu meyakinkan dirinya. Langkah
pertama, meyakinkan kepala Desa bahwa tidak selamanya dia bisa bekerja sendiri.
Pekerjaan di desa sangat banyak, tidak selamanya bisa beliau tanggung sendiri. Langkah
kedua, menemukan kader perubahan dan menanamkan impian-impian yang nyata yang
bisa diraih dengan kemauan dan kerja keras. Langkah ketiga, menyampaikan
ide-ide membangun untuk perkembangan masyarakat desa. Langkah keempat, selalu
memonitor perangkat desa dan memastikan permasalahan mendapatkan solusinya.
Dua
tahun sudah rencana tersebut dijalankan walaupun perlahan namun ada hasil yang
terlihat. “Assalamualaikum! Bagaimana kegiatannya lancar?” ucap Ayu kepada
perangkat desa Damai Betuah yang sedang duduk di mejanya masing-masing.
Walaupun tidak setiap hari setidaknya kantor desa beroperasi selayaknya.
Disamping memastikan semua hal yang berhubungan dengan tupoksinya sebagai
pendamping lokal desa berjalan dengan baik, Ayu juga berusaha untuk memandang
kedepan. Ia harus memberikan dampak yang bermanfaat kepada desa yang ia
dampingi.
Penulis: Dessy Arianti
0 Komentar