Bersama Mbak Admin Ienas Tsuroiya, saya adalah penggemar tenis. Lumayan militan. Ini kegemaran yang agak kurang umum di Indonesia, minimal Indonesia bagian Jatibening dan Tambun,Bekasi. Saya colek ah warga Tambun yang masih muda ini: Hamzah Sahal.
Salah satu tujuan saya jalan-jalan ke Itali kali ini memang untuk nonton tenis langsung, bukan lewat layar TV sebagaimana selama ini kami lakukan. Alhamdulillah, kemaren, kami akhirnya, berhasil nonton turnamen tenis yang sangat bergengsi: Italia Open, atau dikenal saat ini dengan nama BNL d’Italia. Turnamen ini biasanya berlangsung di bulan Mei, dan diikuti baik oleh petenis putera (ATP) dan puteri (WTA). Masuk dalam seri turnamen tanah liat.
Setelah sarapan dan ketemu sebentar dengan saudara yang kerja di Roma, saya berangkat dengan Mbak Admin dengan bus umum. Dari penginapan, kami harus jalan kaki dulu sekitar 3 km ke terminal bus Piazza Risorgimento. Begitu sudah di atas bus yang akan membawa kami ke Foro Italico (tempat turnamen tenis ini berlangsung), betapa bahagianya kami. Mbak Admin apalagi.
Ketika kaki kami akhirnya menginjak halaman Foro Italico, kegembiraan kami tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Mungkin hanya bisa digambarkan dengan “kalam nafsi” saja (kalau yang ikut ngaji Iqtishad, pasti tahu istilah ini).
Kami ambil tiket yang murah, seharga €12 untuk satu tiket. Saat sudah di dalam, kami langsung tak sabar mengeksplorasi kawasan Foro Italico ini. Luar biasa luas sekali. Kawasan ini merupakan bagian dari kawasan olah raga yang cukup besar di bukit Monte Mario. Dibangun di era Mussolini dulu, di tahun 30an.
Salah satu ritual tenis yang amat ditunggu-tunggu oleh pecinta tenis adalah melihat pemain jagoan mereka latihan (practicing). Kenapa? Karena nonton pemain sedang latihan itu gratis. Dan kamipun harus mencobai pengalaman ini. Dan kami akhirnya ketemu juga dengan petenis jagoan kami, terutama Mbak Admin.
Jadi gini ceritanya. Saat kami sedang nonton pertandingan antara dua pemain tenis perempuan asal Belanda (Arantxa Rus) dan Colombia (Camilia Osorio) di lapangan terbuka (court), tiba-tiba ada keramaian di lapangan sebelah. Di tengah-tengah pertandingan, Mbak Admin tiba-tiba “njenggirat” dan “njranthal” menuju lapangan sebelah. Saya ndak tahu ada apa. Karena penasaran, saya akhirnya ikut nengok. Lha kok ternyata ada sesi latihan pemain tenis yang menjadi favoritnya Mbak Admin, yaitu Rafael Nadal. Ya Allaaaaah, betapa bahagianya Mbak Admin melihat Nadal dari dekat, dekat sekali. Saya juga menyukai Nadal, tetapi jagoan saya sebetulnya Roger Federer yang sudah pensiun. Tapi saya menikmati juga sesi latihan ini sampai selesai.
Yang nonton sesi latihan Nadal, ya Allaaaaah, buanyak sekali, dan sering meneriakkan nama Nadal dengan histeris. Sebelum melihat Nadal latihan, saya sempat lihat sesi latihannya Novac Djokovic. Yang nonton juga tak kalah banyak. Tapi hanya bertahan sebentar saja, karena kami bukan penggemar Djokovic, meskipun dia saat ini bisa disebut sebagai pemain tenis terbesar sepanjang sejarah yang prestasinya akan sulit ditandingi kapanpun: dia telah mengantongi dua puluh tiga Piala Grand Slam, sementara Nadal dan Federer berada di posisi kedua dengan masing-masing dua puluh dua gelar. Apapun, menyaksikan Nadal dan Djokovic di lapangan secara langsung, walau hanya di sesi latihan, adalah pengalaman yang mengharukan, bahkan nyaris “spiritual”.
Kami kemarin lebih banyak nonton di Lapangan Pusat (Center Court) yang lebih besar. Yang paling saya nikmati adalah saat nonton pertandingan tenis puteri antara Paula Badosa (Spanyol) dan Mirra Andreeva (Rusia). Mirra Andreeva adalah bintang tenis baru asal Rusia yang baru berumur 17 tahun beberapa hari lalu. Walau kalah, saya senang sekali akhirnya bisa menonton langsung petenis perempuan imut-imut asal Rusia ini.
Seharian kami berada di Foro Italico. Kami pulang sore hari, dengan naik bus. Karena salah turun, kami jalan kaki pulang cukup jauh. Kami pulang jalan kaki melewati Basilika Santo Petrus yang sudah kami kunjungi di pagi hari saat JJS (jalan-jalan sehat). Di tengah jalan kelaparan, lalu mampir di warung pizza. Kami menyantap pizza asli Itali, bukan pizza “ka-we” buatan Amerika.
Alhamdulillah, hari kami kemaren di Roma sangat menyenangkan dan berkah. Hari ini kami akan eksplorasi kota Roma yang “sarat” dengan sejarah-sejarah besar ini. Sudah tak sabar. Sedikit refleksi tentang kunjungan kota-kota di dunia: Saya pernah berkunung ke kota yang “tipis” sejarah (seperti Abu Dhabi, misalnya), dan kota yang sejarahnya tebal sekali seperti Roma, Paris, atau Kairo. Dua-duanya merupakan pengalaman yang mengasyikkan. Problem berkunjung ke kota yang sejarahnya tebal adalah tak bisa dilakukan dalam waktu pendek. Kalau berkunjung ke kota-kota, seperti yang saya lakukan sekarang ini, pasti akan terengah-engah, seperti kekurangan oksigen. Otak kita pun akan kelelahan mencerna informasi yang datang begitu derasnya dalam waktu singkat. Menghadapi situasi semacam ini, saya biasanya hanya bisa duduk diam saja, tercenung.
Penulis: Ulil Abshar Abdalla
0 Komentar