Pagi itu terasa berbeda, saya sangat sibuk mempersiapkan barang-barang bawaan. Ya, karena pada hari itu hari dimana saya memulai pekerjaan menjadi seorang pendamping desa, dan pada hari itu kebetulan bertepatan pada saat musdes RKP Desa tahun 2018 di salah satu desa yang berada dipinggir pantai yaitu Desa Satiruk Kecamatan Pulau Hanaut Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah. Hari itu saya sengaja lebih awal mempersiapkan barang-barang termasuk beberapa dokumen regulasi tentang perencanaan desa yang telah saya siapkan di dalam tas hitam yang senantiasa menemani tugas sebagai pendamping desa.
Setelah
semuanya siap, saya berangkat menuju pelabuhan ataupun dermaga di Kecamatan
Pulau Hanaut tempat dimana saya bertugas sebagai pendamping desa. Pada hari
itu, memang kegiatan pendampingan dilaksanakan dengan menempuh jalur sungai
yaitu dengan menggunakan speed boat kecamatan karena wilayah yang akan saya
datangi merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Pulau Hanaut yang pada saat
itu akses menuju desa tersebut hanya dapat dilalui dengan menggunakan jalur
sungai, dan kebetulan perjalanan kali ini saya berangkat bersama tim dari
Kecamatan Pulau Hanaut. Di dalam speed boat saya sangat menikmati sekali
perjalanan menuju desa tersebut, sebab difikiran saya selain nantinya akan
menjalankan tugas dan kewajiban sebagai pendamping desa, saya juga dapat sekaligus
berlibur sejenak menghilangkan penat yang ada diotak. Sebab, di Desa Satiruk
yang akan datangi tersebut merupakan wilayah pesisir pantai dimana masih
terdapat wisata pantai yang masih sangat alami sekali dan tentunya udaranya pun
pasti terasa sejuk sekali.
Setelah
beberapa jam diperjalanan, sampailah kami di Desa Satiruk. Saya sangat senang
sekali sebab apa yang saya fikirkan tentang desa ini ternyata persis sekali
dengan adanya, dimana memang di pantai tersebut udaranya masih sangat sejuk
sekali jauh dari keramaian kota dan disekeliling pantai tersebut masih banyak
pepohonan yang memberikan nuansa indah pantai tersebut. Setelah melakukan
perjalanan dengan berjalan kaki dari pinggir pantai sekitar kurang lebih lima
belas menit kami semua sampai di balai Desa Satiruk.
Selang
beberapa saat, kegiatan pun dimulai dimana kegiatan yang dilaksanakan dari awal
sampai akhir dilaksanakan sesuai dengan juknis ataupun pedoman tentang
pelaksanaan musyawarah desa pada umumnya, dan pada kegiatan tersebut antusias
warga sangat tinggi sekali dalam menyampaikan usulan-usulan terkait pembangunan
di Desa Satiruk kedepannya, serta sebagai pendamping desa tidak lupa pula saya
turut menyampaikan terkait alur dan output dalam pelaksanaan musyawarah desa.
Dimana, dalam kesempatan itu pula saya juga memberikan gagasan kepada pemerintah
desa agar nantinya potensi wisata yang ada di desa tersebut bisa dikembangkan
sehingga membawa manfaat bagi masyarakat sekitar dan tentunya dapat menambah
pendapatan asli desa tersebut. Tak terasa, waktu terus berlalu dan sampailah
pada penghujung acara, dimana di penghujung acara tersebut dilaksanakan dengan
sesi foto bersama serta makan bersama.
Waktu
semakin petang, kami semua pun bergegas untuk melakukan perjalanan pulang
kembali ke kecamatan yang tentunya juga tetap harus dilalui dengan menggunakan
jalur sungai. Tapi, pada saat kami semua sudah melangsungkan perjalanan sekitar
sepuluh menit dan meninggalkan desa tersebut ternyata ada sebuah peristiwa yang
tidak disangka-sangka oleh semua orang yang berada di dalam speed boat
tersebut. Ya, peristiwa yang mungkin sampai saat ini tidak bisa terlupakan oleh
saya bahkan mungkin semua orang yang berada di sana waktu itu yaitu speed boat
yang kami tumpangi mengalami pecah di tengah lautan. Pada saat itu suasana yang
tadinya gembira berubah menjadi hening seketika, dimana dalam fikiran saat itu
bahwa mungkin telah sampai waktunya untuk kami semua menghadap sang maha
pencipta.
Saya
teringat akan keluarga dirumah serta tugas yang masih banyak dipundak saya
sebagai pendamping desa, saya tidak hentinya berdo’a kepada yang maha kuasa
agar kami semua diberikan keselamatan sehingga saya mampu untuk kembali
bertugas dan mengabdikan diri saya sebagai pendamping desa. Seiring Do’a yang
tiada hentinya diucapkan dalam hati bahkan dengan diiringi derai tangisan,
harapan kami semua yang ada didalam speed boat itu dikabulkan oleh yang maha
kuasa yaitu dimana pada saat speed boat kami yang semakin banyak digenangi oleh
air laut tiba-tiba ada kelotok warga yang dari pinggir pantai melihat lambaian
tangan dan teriakan kami semua untuk minta tolong. Tidak henti-hentinya ucapan
syukur kami ucapkan kepada yang maha kuasa atas berkat pertolongan melalui
perantara kelotok warga kami semua selamat dari peristiwa tersebut.
Sejak
kejadian itu saya lebih bersemangat untuk terus mengabdikan diri kepada desa,
sebab didalam do’a pada peristiwa tersebut terbesit do’a dan harapan agar tetap
diberikan kesempatan untuk dapat berbuat banyak mengabdikan diri dan membantu
desa-desa di wilayah tugas saya. Terlebih sekarang ini, di tahun 2023 ini
seluruh desa di Kecamatan Pulau Hanaut tempat dimana saya dan rekan-rekan
pendamping desa bekerja tidak ada lagi yang menjadi desa tertinggal. Hal ini
merupakan pencapaian yang tidak lepas dari keterlibatan semua unsur antara
pemerintah kecamatan, pemerintah desa, dan pendamping desa.
Dari
kisah yang saya sampaikan tersebut terdapat pesan moral terutama bagi diri saya
sendiri bahwa menjadi seorang pendamping desa merupakan pekerjaan yang sangat
mulia dan merupakan ladang ibadah jika benar-benar dilaksanakan dengan sepenuh
hati, dimana ketika menjadi seorang pendamping desa kita yang awalnya sangat
jarang bersosialisasi secara langsung bersama masyarakat kini dengan menjadi
pendamping desa maka kita dapat terus bersosialisasi dengan masyarakat banyak.
Penulis:
Ifan Julianta
0 Komentar